Cerpen Tentang Lingkungan yang Tercemar: Seekor Cacing yang Keracunan
Hai, Sobat Guru Penyemangat. Bagaimana bila suatu hari Sobat melihat lingkungan yang tercemar?
Agaknya cukup sedih dan pilu ya. Terang saja, di dunia ini yang hidup bukan cuma kita saja melainkan juga ada hewan dan tumbuhan.
Sebagai khalifah, kita diutus ke dunia untuk menjadi pemimpin sekaligus penjaga buminya Allah. Bukan malah merusak atau bahkan mencemarinya.
Jika lingkungan sudah tercemar, maka ceritanya akan merembet ke bencana seperti hewan yang keracunan, tumbuhan yang mati, dan sebagainya.
Berikut Gurupenyemangat.com sajikan cerita pendek tentang lingkungan yang tercemar sekaligus pesan moralnya.
Mari disimak ya:
Cerpen: Seekor Cacing yang Keracunan
Oleh Fahmi Nurdian Syah
Cerpen Tentang Lingkungan yang Tercemar. Gambar oleh 0fjd125gk87 dari Pixabay |
“Ayah, apakah di sana nanti dingin?”, tanya Ivan.
“Tentu saja, Nak. Semua pegunungan selalu berhawa dingin,” jawab Ayah
“Ijen kan ada kawahnya, seharusnya malah panas kan, Yah?”
“Kalau area sekitar kawah memang panas, Nak. Tapi dari bawah menuju kawah tentu saja sangat dingin, nak.”
“Oh, ternyata begitu. Baik, sekarang Ivan sudah siap berangkat,” ucap Ivan mantap dengan jaket tebal yang melekat di tubuhnya.
Malam itu, Ayah dan Ivan sedang bersiap-siap menuju pos pendakian Gunung Ijen. Ayah ingin menunjukkan kepada Ivan keindahan kawasan hutan di sana.
Karena sangat indah, para manusia harus menjaga kelestariannya. Selain keindahan hutan, sebuah petualangan menakjubkan juga sedang menanti mereka berdua.
Dengan wajah sumringah, Ivan berlari-lari kecil ketika sampai di area parkir wisata pendakian Gunung Ijen.
Namun selang beberapa saat, Ivan mulai sedikit menggigil karena hawa dingin sudah terasa sejak di pos loket pembelian tiket.
Ayah mengajak Ivan beristirahat sejenak di warung untuk menikmati secangkir susu hangat sekaligus menikmati kehangatan api unggun di depan warung.
“Ayah, susunya sudah Ivan habiskan. Ivan siap mendaki keindahan Gunung Ijen,” ungkap Ivan dengan semangat.
"Baiklah, ayo kita berangkat!” jawab Ayah tak kalah semangat.
Perjalanan dimulai dengan membeli tiket di loket yang dilanjutkan dengan perjalanan perlahan di medan yang mulai terasa menanjak.
Sesekali Ivan berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kakinya yang mulai kelelahan.
“Nak, jika lelah, kita beristirahat dulu sejenak di tempat yang agak landai,” tawar Ayah yang dijawab dengan anggukan oleh Ivan.
Ketika Ivan mulai meletakkan tubuhnya, tiba-tiba ada seekor cacing yang keluar dari tanah. Menggeliat di samping tangan Ivan, lalu berbicara, “Tolong aku, kumohon!”
Ivan berteriak dengan kencang, “Waaaaaaa! Hantuuuuu!”
Beruntung pendakian dini hari itu tidak terlalu ramai, sehingga tak ada yang mendengar teriakan ketakutan Ivan. Memang ajaib, ada seekor cacing yang bisa bicara.
Ketika Ivan mengadu kepada Ayahnya, sang Ayah hanya berkata, “Hal itu tidak mengagetkanku, nak. Cacing juga makhluk Tuhan. Sama seperti kita, ia juga memiliki keinginan. Mungkin ini menjadi sedikit aneh, sebab bisa saja cacing ini hanya mau berbicara kepada orang-orang tertentu saja.”
Dengan hati-hati dan sedikit takut, Ivan letakkan si cacing di telapak tangannya lalu mendengarkan penjelasannya.
“Aku tak lagi bisa mengurai, sebab dalam beberapa tahun ini banyak racun yang merembes masuk ke rumahku,” ungkap si cacing.
“Apakah yang kau maksud rumah adalah tanah?” tanya Ivan penasaran.
“Betul sekali. Di dalam tanah lah aku bekerja, makan, dan membantu para pohon tumbuh besar di hutan ini.”
“Lalu, racun yang kau maksud itu apa?”
“Bekas makanan dan minuman saudara-saudara kalian yang ditinggal begitu saja di atas rumahku.”
Ivan dan Ayah mulai tersadar dengan kondisi hutan Gunung Ijen di sekitarnya yang memang dihiasi beberapa sampah plastik.
“Bantuan apa yang bisa kami lakukan agar kau bisa terbebas dari racun dan bisa kembali mengurai?” tanya Ayah dengan spontan.
“Aku mohon tangkaplah sampah-sampah itu, lalu kalian bawa kembali ke rumah kalian untuk dihancurkan atau diolah kembali. Namun kalian harus hati-hati, sebab para sampah itu cukup gesit,” jawab si cacing.
Tanpa berlama-lama lagi, Ayah dan Ivan segera berpindah ke sana ke mari untuk menangkap para sampah. Benar perkataan si cacing, para sampah ini cukup gesit berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Tubuhnya yang ringan membuatnya seolah terbang ketika dibantu hembusan angin. Akhirnya, dengan susah payah Ayah dan Ivan berhasil mengumpulkan setengah karung tumpukan plastik di kawasan hutan Gunung Ijen.
“Maafkan kami yang hanya berhasil menangkap segini,” ujar Ivan kepada si cacing.
“Sungguh Aku yang perlu berterima kasih atas bantuan kalian berdua. Meskipun tidak semua, setidaknya racun-racun itu mulai berkurang. Semoga aku akan menemui manusia seperti kalian berdua lagi,” ucap si cacing penuh penghargaan.
“Ngomong-ngomong mengapa kau bersedia berbicara kepada kami sejak pertama bertemu?” tanya Ayah penasaran.
“Sebab aku melihat hati kalian berdua bersinar dengan latar warna hijau sebagai wujud kepedulian terhadap hutan,” jawab si cacing.
Lalu si cacing berpamitan, kembali masuk ke dalam rumahnya. Sementara Ayah dan Ivan, berdiri mematung membayangkan nasib hutan di masa depan.
~ Selesai ~
Pesan moral dari cerita pendek di atas adalah di mana pun kita berada, hendaknya tetap memerhatikan kebersihan lingkungan sekitar.
Lanjut Baca: Fabel Tentang Kisah Cacing dan Ulat yang Peduli Lingkungan
Posting Komentar untuk "Cerpen Tentang Lingkungan yang Tercemar: Seekor Cacing yang Keracunan"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)