Cerpen: Ayahku Cinta Pertamaku
Ayahku Cinta Pertamaku. Pixabay |
Ayahku Cinta Pertamaku!
Agaknya semua perempuan di dunia ini setuju dengan pertanyaan Sobat Guru Penyemangat di atas, kan?
Tentu saja. Laki-laki dengan cinta yang tulus di dunia ini adalah Ayah. Cinta seorang Ayah tidak akan membuat anak gadisnya kecewa, beda dengan cinta pria lain selain Ayah.
O ya, di sini Guru Penyemangat akan menghadirkan sebuah cerpen sedih nan menyentuh hati tentang sosok ayah sebagai cinta pertama seorang anak.
Mari disimak ya:
Cerpen: Ayahku Cinta Pertamaku
Oleh Reka Puspa Lestari
Namaku Adinda Salsabila. Aku anak ke 2 dari 2 bersaudara dan aku anak perempuan satu-satunya. Bagi anak perempuan, sosok Ayah adalah cinta pertamanya. Dan benar, ituah yang kurasakan sampai saat ini.
Menjauh sejenak dari hiruk pikuk aktifitas dan menikmati suasana tenang di pantai. Menikmati angin sore serta deru ombak yang pasang surut. Aku menulis sesuatu di pasir menggunakan kayu. "Dinda dan Ayah" itu yang kutulis.
Sejauh mata memandang laut, sejauh itu pula kenanganku bersama ayah teringat jelas. Sesekali kumenangis dan tersenyum mengingat semua kenanganku bersama ayah.
Aku memang sangat dekat dengan ayahku. Sampai-sampai abangku menjadi cemburu denganku, Karena jika aku dijaili dengan abangku ayahku langsung dengan sigap membelaku.
Beliau langsung memarahi abangku. Apalagi jika aku dijaili sampai menangis, Beliau pun langsung mengomeli abangku.
Dan tak lupa pula ibuku pun langsung turun tangan membelaku. Mungkin karena aku anak bungsu dan anak perempuan satu-satunya.
Abangku memang sangat jail. Beliau akan merasa berhasil jika beliau menggangguku sampai menangis dan itu merupakan kesenangan tersendiri baginya.
Tapi dia akan marah besar jika orang lain yang menggangguku. Apalagi kalau aku sampai menangis.
Aku sangat bersyukur mempunyai keluarga yang begitu harmonis, rukun dan saling menyanyangi satu sama lain. Yang mungkin keluarga yang seperti ini lah yang menjadi dambaan semua orang.
Aku ingat sekali, dulu waktu aku masih duduk di Sekolah Dasar yang mengajarkanku baca tulis, mulai dari menulis huruf, menulis angka sampai akhirnya bisa membaca itu ayahku.
Beliau begitu telaten mengajarku.
Setiap malam aku diajarkan beliau. Ya walaupun beliau kelihatan sangar dan tegas tapi ketika mengajariku beliau sangat lembut sampai anaknya benar-benar bisa. Itulah mengapa aku sangat senang belajar dengan ayahku.
Beda sekali jika aku belajar dengan ibuku, beliau memang keseharian seperti ibu-ibu pada umumnya yang lembut dan cerewet.
Tapi jika dia yang mengajariku, dia pun berubah menjadi lebih cerewet dan lebih tegas dari biasanya.
Pernah dulu ayahku sedang bekerja, jadi aku mintak diajari ibuku untuk bermain suling.
"Bu, besok Dinda disuruh bawak suling Bu. Jadi Dinda mau belajar dulu sama Ibu." Ujarku
"Boleh Nak, sini Ibu ajari. Ambil sulingnya dulu."
Pertama yang kupelajari adalah memegang dan menutup lobang-lobang pada suling yang benar supaya suara yang keluar ketika ditiup tidak terdengar sumbang.
"Nah ini letak tangannya sudah pas, jangan sampai terbuka. Coba Dinda tiup." Ujar Ibuku
Kutiuplah suling dan ternyata sumbang terdengarnya.
Dan aku pun belajar lagi sampai berkali-kali. Sampai akhirnya Ibuku pun emosi, karena setelah ditiup masih saja terdengar sumbang.
Sangking emosinya, suling itu pun dipukulah ke pahaku. Dan aku pun menangis sejadi-jadinya.
Sebenarnya sih tidak sakit, tapi karena Ibu yang marah aku pun menangis sejadi-jadinya. Sampai akhirnya, akupun ngaduh sama ayahku dan belajar dengan dia.
Dengan ketelatenan dan kesabaran beliau, aku pun akhirnya bisa.
Semenjak kejadian itu, aku pun menjadi tidak mau lagi belajar dengan ibuku. Aku maunya sama ayahku terus.
Ya begitulah aku bisa menjadi dekat dengan ayahku, apa-apa selalu dengan ayahku.
Bahkan sampai aku kuliah pun aku masih diantar sama ayahku menggunakan motor kesayangannya. Ya walaupun tidak sesering sewaktu aku di sekolah menengah.
Aku ingat betul, hari itu aku sedang libur semester perkuliahanku, ibuku pergi ke pasar dan abangku seperti biasa pergi bekerja. Jadi hanya ada aku dan ayahku di rumah.
Pagi itu setelah aku selesai menyapu rumah, aku lanjutkan lah menyapu halaman rumahku. Hari itu ayah ku sedang bersiap untuk berangkat kerja, dari dalam rumah kudengar ayahku memanggilku, "Dinda... Dind... Dinda... Sini dulu cepat"
Dengan sigap kutinggalkan pekerjaanku menyapu halaman tadi dan kuhampirilah ayahku.
"Ada apa yah?"
Kulihat muka ayah sudah pucat menahan sakit. Tak tega sekali rasanya melihat ayah menahan sakit seperti itu.
Ilustrasi Ayah Sakit. Gambar oleh Pexels dari Pixabay |
"Dada Ayah sakit Nak, tiba-tiba saja"
"Bentar Yah, dinda ambilkan minyak angin, ayah duduk dulu di sini"
Dengan perasaan yang panik kucarilah minyak angin dan kuusaplah di dada ayahku.
"Bagaimana yah? Masih sakit? Dinda ambilkan minum air panas yah"
"Iya masih sakit Dind, cepat ambilkan air panas yah"
Ku ambillah air panas dan kusuruh ayah langsung meminumnya.
Aku sangat panik, aku bingung apa yang harus kulakukan. Tak tega kulihat wajah ayahku yang menahan sakit.
Sambil menangis kupanggil tetangga untuk mintak bantuan.
"Om, tolong dinda Om. Ayah Dinda dadanya sakit." sembari menangis sesenggukkan dan air mata yang sudah tidak terbendung lagi.
Bergegaslah tetangga masuk ke rumah melihat kondisi ayahku.
"Di mana sakitnya Pak?" kata tetanggaku kepada ayahku
"Di dada" Ucap ayahku
"Dinda sama ayah tunggu di sini. Om ambil mobil dulu kita bawak ke rumah sakit"
Seketika rumahku ramai, tetangga membantu ayahku untuk dimasukkan ke mobil supaya dibawa ke rumah sakit.
Dan aku langsung menelpon abangku. Dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi dan suara yang terasa tecekat kutelpon abangku.
"Halo Bang ini Dinda" ujarku dengan panik.
"Iya, ada apa Dind?"
"Sekarang dinda sama Om Irvan mau ke rumah sakit. Abang cepat nyusul, ayah dadanya sakit." dengan sambil terisak kukabari abangku.
"Iya iya Abang langsung ke rumah sakit. Ibu mana?"
"Ibu di Pasar, tapi sepertinya bakal nyusul Bang. Cepat yah Bang, Dinda takut".
"Iya iya, kamu jangan nangis. Pokokny do'a terus." ujar abangku
"Iya Bang" jawabku singkat sembari menutup telpon
Tak selang berapa lama, sampailah kami di rumah sakit. Aku sangat panik dan takut, tak terasa air mataku terus menetes sambil kuelus dada ayah.
Boleh Baca: Cerpen Ayahku Pahlawanku
Dan beberapa perawat langsung menyambut ayahku menggunakan tempat tidur beroda. Alat-alat kesehatan disediakan untuknya, kemudian infus dipasang pada tangan kirinya. Aku melihat semua itu dengan menangis pelan.
"Ayah, sabar yah kita udah di rumah sakit.
Ayah yang kuat" Ujarku dengan suara yang seakan tertahan karena terlalu banyak menangis
Ayahku pun masuk ke ruang UGD untuk di cek dan aku ditemani om irvan menunggu di luar.
Kumenangis sejadi-jadinya. Aku sangat takut hal buruk terjadi kepada ayahku. Aku sangat belum siap untuk hal buruk itu.
Pikiranku sudah tidak karuan, aku sangat takut membanyangkan hal yang paling buruk. Aku sangat-sangatlah belum siap.
Tak lama kemudian ibu dan abangku datang hampir dengan bersamaan.
Langsungku lari dan kupeluk mereka dengan wajah dan mata yang sudah memerah karena sedari tadi menangis.
"Bu, Ayah, Bu. Dinda takut Bu"
Dengan panik ibuku ikut memelukku "Iya Nak, pokoknya kita berdo'a terus untuk Ayah."
"Bang lihat Ayah Bang. Ayah masuk ke UGD Bang. Dinda takut Bang."
Dengan tangis yang tak bisa kutahan lagi ditambah lagi ibuku yang juga ikut menangis. Aku sangat tidak menyangka, pagi-pagi seperti ini aku berada di rumah sakit mengantar ayahku.
Untung saja ada abangku yang terlihat tegar dan kuat menunggu di luar ruangan UGD. Sedangkan aku dan ibuku masih terduduk di kursi tunggu dengan panik dan tangis yang tiada henti-hentinya sembari doa yang tidak terputus-putus kami lantunkan untuk ayah.
Boleh Baca: Cerpen Ibuku Pahlawanku
Tak lama kemudian dokter pun keluar dari ruangan UGD dan abangku langsung dengan sigap menghampiri dokter tersebut.
"Bagaimana keadaan Ayah saya dok?" dengan raut wajah panik yang tak bisa lagi disembunyikan abang kubertanya.
"Maaf Nak, kami sudah berusaha. Tapi Allah memanggil ayahmu hari ini. Kamu yang kuat demi ibu dan adikmu" Ucap dokter kepada abangku.
Menurut analisis dokter, ayahku menderita penyakit jantung.
Seketika aku dan ibu langsung histeris dan menangis sekuat-kuatnya. Dan abangku, beliau pun tak kalah rapuh dengan kami. Beliau terdiam sembari menangis dan memeluk erat kami.
Tak kusangka hal yang paling kutakutkan itu terjadi padaku di hari ini. Bagiku ini bagaikan mimpi di siang bolong. Secepat itu ayah pergi meninggalkan kami. Dan ini sangatlah dadakan.
Bagaimana tidak, ayahku benar-benar tidak merasakan yang namanya sakit seperti orang-orang pada umumnya.
Untung saja ketika di rumah sakit ada Om Irvan yang menemani kami. Beliau pun langsung menghampir kami "Kalian yang sabar, yang kuat dan harus ikhlas, kalian tunggulah disini biar Om yang urus kepulangan ayah kalian dari rumah sakit ini"
"Terimakasih banyak Om." Ucap abangku dengan suara yang tercekat
Dan aku masih menangis dengan sekuat yang aku bisa. Aku luapkan semua yang kurasa dengan tangisan.
Tak kusangka secepat ini ayah meninggalkan kami. Hari itu duniaku serasa hancur. Aku merasa Allah sangat tidak adil padaku. Padahal aku masih sangat butuh ayahku, tapi mengapa secepat ini Allah memanggil ayahku.
Kami bagaikan kapal yang kehilangan nahkodanya. Aku merasa kehilangan panutanku. Berhari-hari kumenangis mengingat semua kenangan yang kulalui bersama ayahku. Melihat foto-fotonya saja, seketika air mata menetes dan tangisku pun pecah lagi.
Ya karena aku memang sangat dekat dengan ayahku. Mungkin karena aku anak perempuan satu-satunya dan beliau selalu menjadi garda terdepan membelaku. Benar kata pepatah bahwa cinta pertama dari anak perempuan adalah ayahnya.
Teringat jelas di otakku bagaimana ayah sangat menyayangi kami, bagaimana ayah yang selalu mengajarkan hal-hal baik kepada kami anak-anaknya.
Sunggu aku sangat menyanyangi beliau lebih dari apapun.
Semoga beliau ditempatkan di surga Allah.
Hanya doa lah yang bisa terus kusampaikan untuk Ayahandaku.
***
Demikianlah tadi sajian cerpen tentang Ayah dengan judul “Ayahku Cinta Pertamaku”. Selagi ayah masih ada di sisi, mari kita jaga, cintai, dan rawat beliau sepenuh hati, ya.
Salam.
Posting Komentar untuk "Cerpen: Ayahku Cinta Pertamaku"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)