Cerpen: Anak yang Mengangkat Derajat Keluarga
Cerpen Anak yang Mengangkat Derajat Keluarga. Gambar oleh Saiful Islam dari Pixabay |
Hai, Sobat Guru Penyemangat, rasanya semua anak ingin memperjuangkan yang terbaik untuk keluarganya, kan?
Biar bagaimana pun, keluarga adalah rumah terbaik dan senyaman-nyamannya tempat kembali.
Barangkali menginap di hotel mewah memang menyenangkan, tapi sungguh berdiam di rumah keluarga lebih nyaman.
Nah, berikut Gurupenyemangat.com hadirkan seutas cerpen yang berkisah tentang perjuangan anak yang mengangkat derajat keluarga.
Mari disimak ya:
Cerpen: Anak yang Mengangkat Derajat Keluarga
Oleh Reka Puspa Lestari
Namaku Resa Feri Pernando, biasa dipanggil Resa. Profesiku seorang Polisi di kota kelahiranku. Hidup memang tidak ada yang tahu.
Aku tidak menyangka, anak seorang buruh cuci bisa menjadi anggota Polisi. Terlebih lagi itu bisa mengangkat derajat keluargaku.
Bagaimana tidak aku hanya hidup dengan seorang ibu dan abang dengan ekonomi kategori pas-pasan.
Sedangkan ayahku, beliau meninggal ketika aku duduk di kelas 6 SD dan abangku saat itu sudah di kelas 1 SMA.
Otomatis hanya ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga kami semasa aku dan abang sekolah.
Beliau yang berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari kami dan membayar uang kontrakan rumah kami.
Setelah abangku menyelesaikan pendidikannya di SMA, barulah ibuku dibantu abangku dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari kami.
Aku ingat betul, begitu berkorbannya ibuku untuk menghidupi kami. Beliau yang berperan sebagai ibu sekaligus berperan menjadi ayah.
Ibuku sangat memegang teguh bahwa anak-anaknya haruslah tamat sekolah setidaknya harus tamat SMA.
Ibuku begitu gigih bekerja untuk kami. Sehari-hari beliau bekerja menjadi buruh cuci sekaligus mengasuh di rumah salah satu tetangga kami.
Dan beliau juga membuat makanan untuk dititip di warung-warung dekat rumah kami.
Semua itu Ibuku lakukan hanya demi aku dan abangku agar bisa terus sekolah sampai akhirnya mendapatkan ijazah SMA.
Waktu begitu cepat berjalan, saat itu abangku sudah mulai bekerja disebuah perusahaan kecil di kotaku, hal itu sangat membantu perekonomian keluarga kami dan aku sudah duduk di kelas XII SMA.
Masih teringat jelas di otakku, waktu aku kelas XI aku sempat cerita sama wali kelasku. Kami sekelas memang dekat dengan wali kelas kami.
Beliau membolehkan kami, untuk bercerita dengannya jika seandainya kami ada masalah.
Dan saat itu aku pun mengambil kesempatan itu, untuk bercerita dengan beliau. Kebetulan saat itu wali kelasku baru selesai mengajar di kelasku.
"Bu, maaf Bu, Resa boleh cerita nggak?" Tanyaku ke wali kelasku.
"Boleh, Sa. Resa mau cerita apa Nak?" Ujar wali kelasku dengan lembut
"Jadi gini Bu, Resa mohon maaf sekali. Resa belum bisa bayar uang SPP Bu. Sebenarnya Resa malu sekali Bu, Resa udah nunggak banyak sekali sedangkan kita sebentar lagi mau Ujian Semester." Ucapku.
"Resa sudah kasih tahu orang tua Resa belum? Kalau kita ada kewajiban membayar SPP?"
"Udah Bu, Resa tiap hari tanya Ibu Resa tapi jawaban Ibu Resa selalu belum ada uang. Beliau bilang sabar ya Nak, gaji Ibu bulan ini hanya cukup untuk bayar kontrakan nak. Selalu seperti itu bu." Ujarku dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kalau Abang gimana, Nak? Kalau Ibu tidak salah Abangnya Resa udah bekerja kan, Nak ya?" Tanya wali kelasku lagi.
"Iya Bu, Abang memang bekerja Bu. Tapi itu tadi, dari gaji abang itulah yang disisihkan Bu untuk bayar SPP sedikit demi sedikit dan sisanya untuk biaya makan sehari-hari Bu. Itulah mengapa, SPP Resa baru lunas di kelas X saja Bu, sedangkan Resa udah dikelas XI."
"Tidak apa-apa nak, pokoknya Resa angsur saja terus SPPnya, Resa tabung uang-uang yang diberikan abang untuk bayar SPP, lama-lama nanti SPP Resa lunas juga Nak. Yang penting diangsur dan ditabung."
"Pernah kemaren Bu, Ibu Resa sampai marah sama Resa karena Resa terus mintak dibayarkan uang sekolah, karena Resa rasanya udah malu sekali dengan sekolah. Mungkin karena geram, Ibu Resa langsung bilang gimana mau dipaksakan bayar nak, kamu lihatkan perekonomian kita sedang tidak baik. Kalau kamu seperti ini terus enggak mengerti keadaan berhenti saja sekolahnya. Uang terus yang kamu mintak sama Ibu." Akhirnya tangisku pun pecah.
"Terus Resa jawab apa ketika Ibu menyuruh Resa berhenti?"
Dengan suara yang tercekat dan air mata yang mulai mengalir "Resa jawab, Resa mau sekolah terus bu. Resa masih ada harapan Bu. Resa tidak mau berhenti sekolah Bu. Resa ada cita-cita yang ingin Resa capai Bu."
"Tapi kan Resa masih tetap diperbolehkan sekolah kan Nak. Mungkin kemarin itu, Ibu Resa hanya emosi. Tidak ada orang tua, yang mau anaknya berhenti sekolah. Buktinya Resa sampai sekarang masih disuruh sekolah kan. Terus SPP nya Resa juga masih terus diusahakan sama abang kan Nak?"
"Iya Bu, disuruh sekolah terus Bu. SPP juga kata abang, jangan khawatir nanti biar abang yang usahakan. Tugas Resa sekolah yang rajin, kejar cita-citanya."
"Nah kan Nak, benar kata Abang Resa. Tugas Resa itu sekolah. Dan satu lagi betul kata Resa, Resa itu masih ada harapan. Perjalanan Resa masih panjang. Lihatlah Nak, Resa punya badan bagus dan tingginya juga bagus. Tinggal Resa jaga badan Resa dan pola hidup sehat serta olahraga yang rajin. Siapa tahu nanti sudah tamat SMA, Resa ikut tes Polisi atau TNI dan qadar Allah Resa yang lolos Nak. Kita tidak pernah tahu jalan hidup seseorang Nak. Kalau Abang, bisa Resa lihat sendiri, mungkin batas inilah. Sedangkan Resa masih panjang sekali perjalanan. Siapa tahu nanti Resa yang bisa menaikkan derajat orang tua Resa nak. Resa harus semangat walaupun dengan keadaan perekonomian yang seperti ini. Satu lagi Ibu pernah baca dalam 1 keluarga pasti akan ada satu anak yang dapat mengangkat derajat orang tuanya, nah siapa tahu di keluarga Resa, Resa yang dapat memegang amanah tersebut mengangkat derajat orang tua. Sekali lagi kita tidak pernah tahu apa yang Allah siapakan untuk hamba-hambaNya." Ujar wali kelasku dengan lembut.
Boleh Baca: Cerpen Dira Bukanlah Beban Keluarga
Aku pun terdiam dan tekesima mendengar ucapan wali kelasku, bagaimana tidak cara beliau menasihatiku sangatlah menusuk sampai ke relung hati dan seketika membuat aku semangat dan sangat bertekad untuk sekolah yang rajin dan menggapai cita-citaku.
Benar kata beliau, aku punya harapan dan potensi yang tidak boleh diragukan lagi. Akan kuingat selalu perkataan dari ibuku, abangku dan wali kelasku.
Tak terasa sekarang aku sudah di akhir kelas XII dan aku sangat bertekat untuk mengikuti seleksi menjadi anggota Polisi.
Karena aku sangat ingat perkataan dari wali kelasku, kita tidak pernah tahu, siapa tahu aku yang bisa menaikkan derajat keluargaku.
Aku berusaha keras, menyiapkan dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan dan tidak lupa aku berolahraga dan menjaga pola hidup sehatku.
Semua administrasi untuk cek-cek kesehatan, fotocopy persyaratan dan transport kesana kemari itu semua abangku yang menanggulangi walaupun beliau terkadang sampai pinjam uang sama teman dan bos ditempat kerjanya.
Sampai akhirnya, aku pun tes dan sampai di tes terakhir. Tak lupa kuminta do'a restu ke Ibuku, Abangku dan Wali kelas serta guru-guruku.
Boleh Baca: Cerpen Tentang Pesan dari Ibu Guru
Dan MasyaAllah, ketika pengumuman kelulusanku Allah menakdirkanku lulus dan menakdirkanku menjadi salah satu anak yang dapat menaikkan derajat keluarganya.
Sungguh kita tidak tahu apa yang Allah rencanakan untuk hambaNya dan sungguh aku tidak pernah menyangka dapat menjadi anggota Polisi karena pada zamanku ini.
Semuanya pakai uang dan relasi sedangkan aku yang notabenenya dari keluarga yang sederhana.
Yang tinggal dikontrakan dan ibuku yang menjadi tulang punggung keluarga dikarenakan ayahku telah meninggal serta abangku yang alhamdulillah sangat membantu aku dan ibuku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sampai akhirpun Ibuku dan abangku adalah penyokong terbaik dalam prosesku mengejar cita-citaku.
Dan satu lagi wali kelasku yang merupakan salah satu support sistem terbaik yang kumiliki, sehingga pikiranku bisa terbuka dan kembali semangat untuk sekolah dan mengejar cita-cita saat itu.
~Selesai~
Posting Komentar untuk "Cerpen: Anak yang Mengangkat Derajat Keluarga"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)