Cerpen Tentang Hijrahku karena Allah Singkat
Bismillah, Hai Sobat Guru Penyemangat, Bagaimana Kabar Hijrahmu Hari Ini?
Beberapa saat yang lalu Guru Penyemangat pernah mendengar celetukan salah seorang pekerja muda yang menganggap bahwa hijrah itu adalah urusan nanti, urusan tua.
Secara pribadi, diriku sedih karena proses berubah menjadi lebih baik (pindah) karena Allah tidak perlu menunggu tua. Sebenarnya hijrah itu kalau dilakukan lebih cepat, maka dampaknya akan lebih baik.
Mengapa?
Karena kematian tidak pernah menunggu sakit, atau juga menunggu kita menua.
Maka dari itu, di sini Gurupenyemangat.com telah mendapatkan kiriman cerpen dari kota nan jauh di sana.
Cerpen berikut berkisah tentang hijrahnya seorang ABG karena Allah setelah mengalami berbagai kesulitan dalam hidup.
Baiklah, mari disimak, ya:
Cerpen: Hijrah ke Jalan-Nya adalah Pilihan
Oleh: Sri Rohmatiah Djalil
Cerpen Tentang Hijrahku karena Allah Singkat. Gambar oleh MOHD SYAHIDEEN OSMAN dari Pixabay |
Dinginnya malam, terangnya lampu kota menjadi sahabat sejati bagi Rendy dua bulan terakhir ini. Lembaran kardus dan koran sebagai penghangat tubuh kala angin berhebus. Emper toko, menjadi pelindung diri kala hujan.
Bukan tanpa alasan dia terjebak dalam situasi sulit seperti itu, bukan pula kemiskinan yang membawanya ke jalanan. Namun, kekecewaan yang membuat ia terlempar ke tengah kota tanpa sanak saudara.
Menginjak sekolah menengah atas, sang Ibu menitipkan dia ke sebuah pesantren karena ibunya merasa tidak bisa menjaga. Sang ayah pergi entah ke mana dengan alasan bekerja ke kota. Namun, dua tahun lamanya tidak ada kabar berita.
“Pesantren ya, Nak, Ibu tidak bisa menjaga kamu di rumah, Ibu harus bekerja menjadi TKW ke Negeri Jiran,” ujar ibunya ketika Rendy lulus sekolah menengah pertama.
Pemberontakan terjadi, tetapi, sang ibu memaksa dengan berbagai alasan. Apa boleh dikata, karena tidak ada pilihan, Rendy pun pada akhirnya setuju.
Kesepakatan hanya dibuat sementara, setelah ibunya berangkat menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang. Rendy melarikan diri dengan menumpang truk sayur yang dia temui di jalan.
Dia tidak sadar truk tumpangannya membawa ke mana. Tiba-tiba sang sopir membangunkannya.
“Bangun, sudah sampai kota, aku hendak menurunkan sayuran di pasar!” bentak sang sopir.
Dengan tergopoh-gopoh Rendy meninggalkan truk sayur dan menuju sebuah warung nasi yang masih tutup. Tangannya mengucek kedua bola mata yang masih terasa berat karena kantuk.
Boleh Baca: Cerpen Islami Tentang Seseorang yang Ingin Dirindukan Penduduk Langit
Sejak saat itu sehari-harinya, hanya berdiri di lampu merah meminta belas kasih. Isi perut juga akhirnya membawa dia menjadi seorang pencopet pasar daerah Gegerkalong, Bandung.
“Copet …!” teriakan itu sering dia dengar, langkah seribu adalah jurus ampuh yang dia pelajari sejak kecil. Ya, dia jago maraton sejak kelas tiga sekolah dasar. Namun, sayang, keahliannya dia manfaatkan untuk menghindar dari kejaran orang-orang.
Seperti malam itu, seorang korban copet teriak dan berusaha mengejar Rendy. Warga yang tadinya asyik menunggu bus Damri segera membantu korban mengejar Rendy
Situasi yang tidak terduga, tetapi, Rendy tidak kehilangan akal, dia menyelinap ke kamar mandi sebuah masjid.
Setelah merasa aman, dia keluar dari pesembunyian. Dibantingnya tubuh kurus itu ke lantai masjid yang keras.
Sayup-sayup terdengar suara ngaji dari arah dalam masjid, “Merdu sekali,” gumamnya lirih. Hingga dia tertidur pulas di serambi masjid tanpa alas.
“Bangun, Dek, waktunya salat Subuh!” Seseorang mencolek lengan Rendy pelan. Anak baru gede itu pun duduk dengan mata celingukan.
“Saya di mana, Kang?” tanya Rendy kepada seorang pemuda di depannya.
“Di area masjid, Dek, ayo ikut saya ke kamar mandi untuk ambil wudu, mandi juga boleh, ini sarungnya!” Pemuda itu menyodorkan sebuah sarung bersih.
Randy diam terpaku, dia sepertinya sudah lupa bagaimana cara memakai sarung. Sudah hampir dua bulan meninggalkan pondok, lama juga meninggalkan ibadah. Matanya menatap dalam sang pemuda penuh keraguan.
Anggukan kepala pemuda yang belum diketahui namanya itu sebagai tanda agar Rendy berdiri dan menerima sarung. Entah kekuatan apa yang mendorong tubuh itu bangkit mengambil air wudu.
Selesai salat Subuh, Pemuda dengan pakaian muslim putih mengulurkan tangan kepada Rendy,
“Assalamualaikum, nama saya Asep, kamu panggil Kang Asep saja,” sapanya sambil tersenyum
Rendy menganggukkan kepala, “Waalaikumsalam Kang Asep, saya Rendy.”
Mereka pindah tempat ke serambi masjid dan meneruskan obrolan yang terpotong tadi.
Boleh Baca: Cerpen Tentang Kejujuran yang Membawa Berkah
“Saya yakin, kamu orang baik, kenapa tertidur di serambi masjid?” tanya Kang Asep.
Mendapat pertanyaan seperti itu Rendy bukannya menjawab, tetapi, malah menghela napas dalam. Kakinya ditekuk hingga menopang dagu. Pandangan lurus ke depan, kosong.
“Katakan saja, mungkin saya bisa bantu, Dek,” ujar Kang Asep lagi.
Rendy membetulkan duduk dan menatap laki-laki bersahaja yang ada di sampingnya.
“Saya bukan orang baik, Kang, tertidur di serambi, karena dikejar warga setelah mencopet,” terangnya pelan.
“Pulanglah kasihan orang tuamu, mereka pasti khawatir!” perintah Kang Asep sembari menepuk pundak Rendy pelan.
“Ibu saya bekerja ke luar negeri, sementara ayah entah bekerja di mana. Saya sebenarnya dititipkan Ibu di sebuah pondok pesantren, tetapi, saya kabur karena tidak betah, ingin bekerja saja.”
Kang Asep manggut-manggut tanda mengerti, “Oh … begitu, tinggal di sini saja, kebetulan saya tinggal sendiri sebagai penjaga masjid. Kamu bisa mencari pekerjaan yang halal, tidak perlu mencopet lagi,” ajak Kang Asep.
Mendengar ajakan itu Rendy kaget, selama ini tidak ada yang mau menampungnya walaupun sesama copet pasar.
“Kang Asep tidak takut sama pencopet seperti saya?” tanya Rendy menelisik.
“Saya yakin kamu orang baik, dan mau tambah baik, saya juga bukan orang baik, kita sama-sama memperbaiki diri ya!” seru Kang Asep tersenyum.
“Jadi Kang Asep juga mantan copet?” tanya Rendy spontan.
“Tepatnya sudah pensiun lima tahun lalu, sekarang mengabdikan diri untuk umat.”
Mereka tersenyum bahagia, bukan karena akan membentuk kekuatan percopetan, tetapi, membangun kekuatan Islam. Tidak ada kata terlambat untuk berpindah menjadi baik. Hijrah ke jalan-Nya adalah pilihan hidup.
***
Nah, demikianlah tadi seuntai cerita pendek tentang hijrah yang bisa Guru Penyemangat hadirkan.
Sekilas pelajaran yang bisa kita petik dari cerpen di atas adalah; sejatinya salah satu faktor terjadinya hijrah pada diri seseorang itu ialah ketika mereka berada di lingkungan yang baik.
Maka dari itulah, jika kita ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik, belajarlah untuk mendekati orang-orang baik, berpindahlah ke lingkungan yang baik, dan setelah itu mari bersama-sama kita berjuang dalam semangat istiqomah.
Salam.
2 komentar untuk "Cerpen Tentang Hijrahku karena Allah Singkat"
Salam sehat
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)