Pembahasan Lengkap Tentang Akhlak, Etika, Moral, Budi Pekerti, dan Susila
Berkisah tentang akhlak, kiranya tidak akan jauh dari diri sendiri.
Bagaimana tidak, perbuatan apapun yang dilakukan seseorang merupakan implementasi dan sekaligus mencerminkan bagaimana akhlaknya.
Hal ini pada muaranya akan melahirkan suatu pandangan bahwasannya jika seseorang memiliki akhlak yang baik, maka dapat dikatakan bahwa seseorang itu memang benar-benar baik.
Dan sebaliknya, jika seseorang dikatakan baik, namun ternyata akhlaknya buruk, maka tidak bisa dikatakan bahwasannya ia memiliki akhlak yang baik.
Namun demikian, jika kita berkisah mengenai pemahaman seseorang tentang akhlak tentulah berbeda-beda.
Akhlak, Etika, Moral, Budi Pekerti, dan Susila. Gambar oleh Syauqi Fillah dari Pixabay |
Ada yang menganggap bahwa akhlak itu tidaklah berbeda dengan istilah etika, moral, susila, maupun budi pekerti.
Ini karena beberapa istilah tadi merupakan arti atau padanan kata dari akhlak, sehingga dianggap sama.
Jika dilihat dari asal katanya tentu istilah-istilah tadi memiliki arti sekaligus perspektif yang berbeda.
Karena perbedaan itu, sedikit banyak tentu ada hubungan dari beberapa istilah di atas.
Dikatakan demikian karena semuanya merupakan padanan kata dari akhlak.
Hubungan tersebut pada akhirnya akan saling berkaitan dan melahirkan keterpaduan yang saling mendukung satu sama lain.
Dengan demikian, kiranya penting bagi kita untuk mengetahui hubungan akhlak dengan moral, etika, budi pekerti, dan susila.
Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari kata yang secara etimologi artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat.
Menanggapi pengertian segi bahasa ini, penulis beranggapan bahwa akhlak merupakan manifestasi dari setiap perbuatan yang dilakukan manusia, yang mencakup di dalamnya tingkah laku, tabiat, budi pekerti, dan perangai.
Adapun akhlak secara terminologi, di antaranya menurut Imam Al-Ghazali, akhlak adalah gambaran bentuk sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong munculnya perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan Abuddin Nata mengemukakakan beberapa pengertian tentang akhlak dan ia memberi kesimpulan ada 5 kriteria yang terdapat dalam akhlak.
Pertama, akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat didalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadian.
Kedua, akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Maksudnya, perbuatan tersebut telah menjadi sebuah kebiasaan.
Ketiga, akhlak adalah segenap perbuatan yang telah timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan tekanan.
Maksudnya perbuatan itu dilakukan atas kesadaran, kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan.
Keempat, merupakan adalah perbuatan yang dilakukan dengan kesungguhan, bukan main-main atau sandiwara.
Kelima, akhlak yang baik adalah peruatan yang dilakukan ikhlas karena Allah semata bukan karena ingin dipuji oleh orang lain.
Ahmad Muhammad Al Hufiy mengatakan bahwa sesungguhnya akhlak adalah kemauan (azimah) yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi adat yang membudaya yang mengarah kepada kebaikan dan keburukan.
Terkadang adat itu terjadi secara kebetulan tanpa disengaja atau dikehendaki. Mengenai yang baik atau buruk, hal itu tidak dinamakan akhlak.
Azimah yang dilakukan berulang-ulang dinamakan akhlak.
Seseorang yang membiasakan kejujuran dinamakan orang yang jujur, dan kejujuran itulah yang menjadi akhlaknya.
Ini berarti bahwa suatu kecenderungan yang menjadi tabiat seseorang dalam waktu yang lama akan menjadi salah satu akhlaknya.
Pengertian Etika
Selain diistilahkan dengan akhlak, dalam bahasa Indonesia dikenal beberapa istilah lain yang serupa dengan akhlak, yaitu etika, moral, susila, dan budi pekerti.
Menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat-istiadat (kebiasaan), perasaaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan.
Etika juga mengajarkan tentang keluhuran budi baik-buruk. Banyak istilah yang menyangkut etika, dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, serta cara pikir.
Menurut penulis etika adalah sesuatu yang menentukan aturan bagaimana sikap yang baik dan seharusnya dilakukan agar seseorang tidak terjerumus ketempat yang salah.
Ètika lebih mengarah pada bagaimana aturan tingkah laku baik tertulis maupun tidak tertulis.
Etika telah disampaikan oleh orang tua kita sejak kita kecil dulu hingga saat kita dewasa pun masing sering orang tua kita menyampaikannya.
Etika ada yang baik dan ada yang buruk, dan kita sebagai makhluk yang memiliki akal tentunya harus cerdas untuk memilih mana yang harus dilakukan dan mana yang pantas untuk ditinggalkan.
Islam sangat menganjurkan untuk selalu berbuat yang baik dan menjauhi yang buruk.
Di sinilah hubungan atara etika dengan akhlak, ketika seseorang telah mengetahui bagaimana etika yang baik dari situlah seseorang akan memilih tindakan yang mana yang harus dia lakukan. Pilihan yang dia tentukan akan mempengaruhi akhlaknya.
Dari kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah menurut para ahli diantaranya Ahmad Amin misalnya, mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk.
Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Etika juga dapat diartikan dengan penjelasan sebagai berikut:
- Etika membahas ilmu yang mempersoalkan tentang perbuatan-perbuatan manusia mulai dari yang terbaik sampai kepada yang yang terburuk dan pelanggaran-pelanggaran hak dan kewajiban;
- Etika membahas masalah-masalah tingkah laku manusia mulai dari tidur, kegiatan siang hari, istirahat, sampai tidur kembali dimulai dari bayi lahir hingga dewasa, tua renta dan sampai wafat;
- Etika membahas adat-istiadat suatu tempat mengenai benar salah kebiasaan yang dianut suatu golongan atau masyarakat baik masyarakat primitif, pedesaan, perkotaan, hingga masyarakat modern.
Terlihat dari penjelasan di atas bahwasannya pembahasan tentang etika cukup luas, namun masih terbatas pada ruang lingkup hubungan sesama manusia saja.
Berbeda kiranya dengan akhlak yang utamanya merupakan perwujudannya merupakan hubungan manusia dengan Allah.
Etika Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk. Alhasil, etika filsafat (barat) menuntun dan mengajarkan manusia kearah tindakan yang rasional, tidak mempertimbangkan aspek-aspek budaya yang berlaku dimasyarakat.
- Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatan didasarkan kepada ajaran Allah SWT. Sedangkan etika filsafat (barat) berusmber dari akal.
- Etika dalam Islam bersifat universal dan komperhensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia disegala waktu dan tempat.
- Sedangkan etika filsafat (barat) terbatas ruang dan waktu sebab etika barat akan tidak relevan diterapkan didunia timur.
- Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia untuk meraih keuntungan material.
Dari karateristik etika Islam di atas, setidaknya etika Islam dapat menuntun kita kepada akhlak yang mulia.
Etika dalam Islam lebih condong sama dengan akhlak, sedangkan dalam filsafat lebih condong kepada akal.
Pengertian Moral
Diksi moral berasal dari Bahasa latin “mores” kata jamak dari “mos” beararti adat kebiasaan.
Dalam Bahasa Indonesia, moral ditermahkan dengan arti kata susila. Moral adalah perbuatan baik dan buruk yang didasarkan pada kesepakatan masyarakat.
Moral merupakan istilah tentang perilaku atau akhlak yang diterapkan kepada manusia sebagai individumaupun sebagai sosial.
Apabila diartikan sebagai tindakan baik atau buruk dengan ukuran adat, konsep moral berhubungan pula dengan konsep adat yang dapat dibagi dalam dua macam adat, yaitu sebagai berikut:
Adat shahihah, yaitu adat yang merupakan moral suatu masyarakat yang sudah lama dilaksanakan secara turun-temurun dari berbagai generasi, nilai-nilainya telah disepakati secara normative dan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang berasal dari agama islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
Adat fasidah, yaitu kebiasaan yang telah lama dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi bertentangan dengan ajaran islam, misalnya kebiasaan melakukan kemusyrikan, yaitu memberi sesajen di atas kuburan yang dilaksanakan setiap malam Selasa atau malam Jumat.
Seluruh kebiasaan yang mengandung kemusyirikan dikategorikan sebagai adat yang fasidah atau adat yang rusak.
Orang-orang Jahiliah mempunyai kebiasaan membunuh anak perempuan dengan alasan anak perempuan tidak menguntungkan, tidak dapat ikut berperang, dan menimbulkan kemiskinan.
Berkisah tentang moral, berarti berbicara tentang tiga landasan utama terbentuknya moral, yaitu sebagai berikut:
Sumber moral atau pembuat sumber. Dalam bermasyarakat, sumber moral dapat berasal dari adat kebiasaan.
Orang yang menjadi objek sekaligus subjek dari sumber moral dan penciptanya.
Moralitas sosial yang berasal dari adat, sedangkan objek dan subjeknya adalah individu dan masyarakat yang sifatnya lokal karena adat hanya berlaku untuk wilayah tertentu.
Artinya, tidak bersifat universal, melainkan teritorial. Dalam moralitas Islam subjek dan objeknya adalah orang yang telah balig dan berakal yang disebut mukallaf.
Tujuan moral, yaitu tindakan yang diarahkan pada target tertentu, misalnya ketertiban sosial, keamanan dan kedamaian, kesejahteraan dan sebagainya.
Dengan kata lain, pengertian moral sama dengan akhlak karena secara Bahasa artinya sama, yaitu tindakan atau perbuatan.
Moralitas manusia dibagi dua, yaitu 1) moralitas yang baik, dan 2) moralitas yang buruk.
Perbedaan dari kedua konsep tersebut yaitu akhlak dan moral terletak pada standar atau rujukan normative yang digunakan.
Akhlak merujuk pada nilai-nilai agama, sedangkan moral merujuk pada kebiasaan.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwasannya moral lebih condong kepada masyarakat, baik dalam hal pandangan terhadap perbuatan, nilai, ataupun pelaksanaannya.
Dengan demikian dapat dikatatakan bahwasannya nilai moral terbentuk dan dibentuk oleh masyarakat itu sendiri.
Pengertian Budi Pekerti
Budi pekerti terdiri dari dua kata yaitu Budi dan Pekerti. Budi yang berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran.
Pekerti berarti kelakuan.
Detailnya, secara etimologi Jawa budi berarti nalar, pikiran atau watak, sedangkan pekerti berarti penggawean, watak, tabiat atau akhlak.
Dalam bahasa Sanskerta Budi berasal dari kata Budh, yaitu kata kerja yang berarti sadar, bangun, bangkit (kejiwaan). Budi adalah penyadar, pembangun, pembangkit.
Budi adalah ide-ide.
Pekerti dari akar kata kr yang berati bekerja, berkarya, berlaku, bertindak (keragaan). Pekerti adalah tindakan-tindakan.
Kata Budi pekerti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana, serta manusiawi.
Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari.
Budi pekerti sendiri mengandung pengertian yang positif, namun mungkin pelaksanaannya yang negatif.
Penerapannya tergantung pada manusia.
Budi pekerti didorong oleh kekuatan rohani manusia yakni pemikiran, rasa, dan karsa yang akhirnya muncul menjadi perilaku yang dapat terukur dan menjadi kenyataan dalam kehidupan.
Dengan demikian, dari segi kebahasaan pada dasarnya pengertian budi pekerti itu sama dengan pengertian akhlak.
Hanya saja dalam penerapannya ruang akhlak lebih besar daripada budi pekerti.
Pengertian Susila
Susila berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu terdiri dari kata su dan sila. Kata su, berarti bagus, indah, cantik.
Kata sila berarti adab, kelakuan, perbuatan adab sopan santun, budi pekerti luhur.
Susila atau kesusilaan dapat berarti adab yang baik, kelakuan yang bagus, yaitu sepadan dengan kaidah-kaidah, norma-norma, atau peraturan-peraturan yang ada.
Dalam istilah, kesusilaan ini merupakan bagian dari etika, karena etika bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat lahiriah, tetapi menyangkut hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang-bidang akidah, ibadah, dan syariah.
Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik.
Orang yang susila adaah orang yang baik, sedangkan orang yang asusila adalah orang yang berkelakuan buruk.
Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradap, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan sama artinya dengan kesopanan.
Dengan demikian, kesusilaan mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
Alhasil,, dapat direngkuh kesimpulan bahwa susila ini merupakan pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik yang juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.
Nah, di dalam susila ini penilaian baik buruk itu berdasarkan kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Hubungan Akhlak Dengan Etika dan Moral, Budi Pekerti, dan Susila
Hubungan Akhlak Dengan Etika dan Moral, Budi Pekerti, dan Susila. Gambar oleh Ebrahim Amiri dari Pixabay |
Hubungan Akhlak, Etika, dan Moral
Dalam kehidupan sehari-hari, kata akhlak sering disamakan dengan kata etika dan moral.
Contohnya begini; sebagai ungkapan sehari-hari, kita suka mendengar “orang itu etikanya tidak baik” atau “anak itu moralnya tidak baik”.
Padahal dalam dunia akademik, moral dibedakan dari etika.
Menurut Frans Magnis Suseno, moral adalah ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, khatbah-khatbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia bisa menjadi manusia yang baik.
Sedangkan etika adalah filsafat atau pikiran kritis mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Dengan demikian, etika lebih berfilsafat pemikiran filosofis, sementara moral adalah praktiknya.
Kata lain yang sering dimaknai sama dengan akhlak adalah adab.
Contohnya begini; sebagai contoh adalah ungkapan anak itu tidak beradab, yang maksudnya adalah tidak bermoral atau akhlaknya tidak baik.
Sejatinya, kata adab artinya tata cara, seperti dalam ungkapan adab al-akl yang berarti tata cara makan.
Di dalam kalamullah, kata akhlak sering disebut, seperti dalam firman Allah Qs. Al-Qalam ayat 4:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
Diterangkan oleh al-Thabari, yang dimaksud dengan akhlak mulia di sini adalah agama Islam.
Maksudnya, keseluruhan ajaran Islam mengandung nilai-nilai dan norma-norma mulia yang harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Itulah sebabnya, ketika Asyah ditanya seperti apa akhlak Rasulullah Saw, ia menjawab bahwa akhlak Nabi SAW adalah Al-qurán.
Sebagai sumber utama ajaran Islam, Al-Qurán mengandung prinsip-prinsip dasar agama yang menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah (habl min Allah) dan hubungan sesama manusia (habl min al-nas).
Secara umum akhlak, etika dan moral adalah hampir sama dilihat dalam perspektif fungsi dan perannya, karena ketiga-tiganya secara praktis berhubungan langsung perbuatan manusia yang dipandang mempunyai nilai kebaikan.
Di samping itu pula perbuatan yang dilakukan manusia sesungguhnya mempunyai dua dimensi dalam pandangan manusia yakni baik dan buruk.
Walaupun demikan tidaklah ketiga-tiganya sepenuhnya dianggap sama, karena untuk menilai perbuatan manusia itu baik dan buruk ada sumber yang menjadi dasar penilaiannya.
Menanggapi pernyataan ini, penulis mengungkapkan bahwasannya akhlak, etika, dan moral saling berhubungan dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing.
Maksudnya begini, bahwa ketiganya menjadi tolok ukur terhadap baik-buruknya perbuatan manusia.
Pada akhirnya, keterpaduan moral dan etika Islam akan mengerucut menjadi akhlak.
Akhlak tidak memiliki tolok ukur yang jelas dan nyata.
Ia hanyalah sebuah perkara relatif.
Sebagai contoh, mengubur anak wanita hidup-hidup, atau membunuh anak lelaki, yang oleh suatu kaum dianggap sebagai perkara yang baik dan terpuji, namun bagi manusia dan kaum lain menjadi perkara yang buruk dan tercela.
Karenanya, prinsip-prinsip akhlak berbeda-beda dan dipengaruhi lingkungan, kebudayaan, suku, dan bangsa. Ia tak punya tolok ukur yang jelas, paten, dan realistis.
Prinsip-prinsip akhlak (seperti pengorbanan, keberanian, kejujuran) sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sopan santun dan tata perilaku yang selaras dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat atau bangsa.
Tata cara makan, minum, dan berpakaian merupakan perkara yang relatif.
Semua itu berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan bangsa dan letak geografis, sebagian memakai sepatu dan sebagian lagi tidak, sebagian mengenakan pakaian panjang dan longgar, sementara sebagaian lainnya mengenakan pakaian pendek dan sempit.
Keseluruhannya merupakan perkara-perkara relatif dan sama sekali tidak berhubungan dengan masalah akhlak.
Lain hal dengan keberanian dan kedermawanan misalnya. Semua itu merupakan realitas yang sejak puluhan ribu tahun lalu sampai sekarang tetap menjadi perkara yang baik dan terpuji.
Pujian terhadapnya tidak terpengaruh kondisi, ras, dan bangsa. Karenanya, tak ada satu tempat pun di dunia ini yang menganggap buruk dan hina sifat pemberani dan dermawan.
Kata moral cenderung mengacu kepada baik-buruknya manusia sebagai manusia.
Jadi, bukan mengenai baik-buruknya begitu saja, misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain bulutangkis atau penceramah, melainkan sebagai manusia.
Norma-norma moral adalah tolok-tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang.
Maka dengan norma-norma moral kita betul-betul di nilai. Itulah sebab penilaian moral selalu berbobot.
Kita tidak dilihat dari salah satu segi, melainkan sebagai manusia.
Apakah seseorang adalah penjahit yang baik, warga negara yang selalu taat dan selalu bicara sopan belum mencukupi untuk menentukan apakah dia itu betul-betul seorang manusia yang baik.
Barangkali ia seorang munafik. Atau ia mencari keuntungan. Apakah kita ini baik atau buruk, itulah yang menjadi permasalahan bidang moral.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan keduanya secara sederhana adalah saling menjadi tumpuan satu sama lain.
Moral adalah alat untuk mengukur akhlak. Dikatakan demikian, karena moral merupakan penilaian terhadap perilaku manusia baik atau buruk dan tidak hanya melihat satu sisi dari seseorang.
Maka, jika seseorang dikatakan bermoral, maka dapat dikatakan bahwa ia telah mengimplementasikan akhlaknya.
Akhlak yang dituntut dalam Islam mencakup tiga aspek utama, yaitu akhlak kepada Allah (Tuhan) secara vertikal, dan akhlak kepada sesama manusia serta alam lingkungan sekitar secara horizontal.
Ada kalam Nabi yang mengatakan bahwa orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Oleh sebab itulah akhlak karimah (terpuji) menjadi tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.
Ini berarti akhlak dapat dibentuk melalui proses pendidikan dan pembinaan.
Atau dengan kata lain untuk mendapatkan akhlak karima perlu adanya pendidikan dan pembinaan secara terus menerus dan intensif.
Dengan demikian berarti pengetahuan tentang baik dan buruk, akhlak yang baik (mah-mudah/karimah) dan akhlak buruk (mazmumah) perlu diajarkan kepada anak didik.
Dari kutipan di atas dapat kita pahami bahwa etika dan norma adalah sesuatu yang terbentuk dan didapatkan dari sebuah pemikiran atau disebut dengan rasio sedangkan akhlak adalah sesuatu yang bersumber dari Tuhan.
Sesuatu yang turunnya dari Allah, jadi sudah pasti benar, dan sesuatu yang bersifat tetap dan tidak akan berubah dengan pergerakan zaman.
Tertuang dalam Al-Qurán sudah jelas bagaimana akhlak sebagai seorang muslim yang baik.
Dan adanya hadis yang diatas membuktikan bahwa bagaimana iman mempengaruhi akhlaknya.
Karena orang beriman itu sudah jelas akan melakukan apa yang ada didalam kitab sucinya yaitu Al-Qurán.
Hubungan Akhlak, Budi Pekerti, dan Susila
Dilihat dari pengertiannya, orang yang berbudi pekerti adalah orang yang manusiawi.
Artinya, jika seseorang mencerminkan watak dan sifat kemanusiaan berarti ia telah mengimplementasikan budi pekerti itu sendiri.
Pada muaranya nanti, perbuatan yang sifatnya kemanusiaan ini tentu akan melahirkan akhlak yang terpuji pula.
Kemudian, susila yang berarti sopan, beradab, dan baik budi bahasanya, tidak bisa dipisahkan dengan etika dan moral.
Hal ini karena hubungan antara akhlak, etika, moral dan susila juga bisa kita lihat dari fungsi dan perannya, yakni sama-sama menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Aspek yang dilirik adalah dari segi baik dan buruknya, benar dan salahnya, sehingga dengan ini akan tercipta masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, tenteram, dan sejahtera lahir dan batin.
Kesemuanya juga berkaitan dengan budi pekerti, khususnya dalam menciptakan suasana masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, tenteram dan sejahtera.
Ini terlihat karena sikap yang berbudi pekerti seperti saling tolong menolong dan tenggang rasa itulah yang dapat menciptakan keadaan masyarakat yang baik tadi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwasannya antara akhlak, budi pekerti, dan susila saling berhubungan terutama dalam menciptakan kesejahteraan bersama dimasyarakat.
Implikasinya tentu akan berakibat positif kepada masing-masing individu, seperti menanamkan sikap toleransi dan membiasakan saling tolong menolong terhadap sesama.
Jadi, dapat dikatakan bahwa hubungan antara etika dan moral, budi pekerti dan susila pada dasarnya merupakan komponen-komponen khusus yang jika digabungkan akan membentuk suatu kesatuan yang kita sebut akhlak.
Masing-masing dari komponen ini tentunya saling berkaitan satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan dari setiap perilaku dan perbuatan manusia.
Penulis merumuskan pengertian ini karena kesemuanya adalah istilah lain dari akhlak, maka dari itu pengertian masing-masing darinya baik secara bahasa maupun istilah selalu saja hampir sama dengan pengertian akhlak.
Hanya saja, dalam beberapa aspek seperti ruang lingkup ataupun tolok ukurnya berbeda.
Jika dilihat berdasarkan uraian di atas maka terlihat jelas bahwa etika, moral, dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif di akui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia.
Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasrkan petunjuk al-quran dan hadis.
Dengan kata lain, jika etika, moral, dan susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak bersal dari Tuhan.
Alhasil, keberadaan etika, moral, dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalkan ketentuan akhlak yang terdapat di dalam Al-quran.
Di sini terlihat peran etika, moral, dan susila terhadap akhlak.
Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral, dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat.
Taman Baca:
- Abdullah, M. Yatimin. (2006). Pengantar Studi Etika. Jakarta: RajaGrafindo Persada
- Al Hufiy, Ahmad Muhammad. (2000). Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad SAW. Bandung: Pustaka Setia.
- Makruf, Jamhari. (2002). Pendidikan Agama Islam di SMP dan SMA. Jakarta: UIN Jakarta Press
- Nata, Abuddin.(2013). Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
- Pur, Majid Rasyid. (2003). Membenahi Akhlak Mewariskan Kasih Sayang. Bogor: Cahaya
- Rahman, Abdul dan Masudi. (2006). Metodologi Studi Islam. Curup : LP2 STAIN Curup
- Rida, Safni. (2010). Ilmu Kalam. Curup : LP2 STAIN Curup
- Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. (2009). Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia
- Solihin, M. dan M. Rosyid Anwar. (2005). Akhlak Tasawuf. Bandung: Nuansa
- Suseno, Franz Magnis. (1987). Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius
- Yusefri, Telaah Tematik Hadis Tarbawi, (Curup: LP2 STAIN Curup, 2010)
Posting Komentar untuk "Pembahasan Lengkap Tentang Akhlak, Etika, Moral, Budi Pekerti, dan Susila"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)