Puisi: Pemuda yang Bermimpi dan Merindukan Kesunyian dalam Nirwana
Pemuda yang Bermimpi dan Merindukan Nirwana.Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay |
Puisi 1: Pemuda Merindu, Disambut Kunang-Kunang Kerinduan
Alkisah remang-remang cahaya berkilauan, dari sudut pondok itu. Rapuh tangga berlubang dinding, bertanya dari mana kehangatan didapat kala itu.
Bunyi kentungan terdengar jelas malam pun tiba, banyak insan terbaring lemah tak berdaya. Di atas tikar berhias lentera, jauh berbanding dengan mereka yang di kota.
Saban fase berlalu beriring waktu menentu.
Kenaifan datang membawa seiring penuntun kehidupan berputar. Tiada sangka, lentera terganti cahaya berkilau dari wajah pemuda itu. Datang dengan senyuman mengingat fase yang berlalu.
Tak ada yang menyangka akan gubuk itu, kunang-kunang menyambutnya dengan penuh kerinduan.
Disihirnya pondok tua, menjadi istana putri raja. Di ucapkan mantra pengubah lentera, menjadi jutaan bintang yang bersinar. Dan ditempelnya kata-kata, di antara bunga bunga berwarna di halaman.
"Suksesku telah terwujud, terubah alur hidupku dengan jutaan keharuan. Perjuanganku telah termaktub, di antara goresan goresan hati di kastil tua."
Karya: Khairia Nurlita
Puisi 2: Pemuda dengan Mimpi yang Terbentang
Cahaya bintang berkilau terang, Sinar rembulan menerpa di tengah keheningan. Tampak pemuda di tengah kesunyian. Tengah menggambar tentang sebuah perjalanan.
Melampaui batas mengukir waktu, melangkah ke segala penjuru, tanpa takut terjatuh. Awan menjadi payung, tatkala sang surya timbul dari peredaran. Awal mula dari perjalanan, menuju kebahagiaan tiada tandingan.
"Jembatan ilmu yang kutempuh akan menjadi pangkal dari perjuangan tentang mimpi yang terbentang" relungnya berteriak tatkala akan memulai.
Hari demi hari telah berlalu. Berkutat di depan cermin, bertemu dengan jati diri yang semakin mekar dan indah setiap waktu. Tanpa ragu, terbang di atas laut, berlayar menggapai puncak langit ketujuh.
Tiba saatnya, perkampungan indah dengan milyaran bintang bertaburan. Menjadi saksi bisu tentang keberhasilan. Terukir indah sejarah kemenangan.
Di taman indah, bertanam kejayaan. Dengan lukisan diri yang amat membanggakan. Bersama dengan semerbak harumnya tangisan keharuan.
Karya: Khairia Nurlita.
Puisi 3: Nirwana dalam Sebuah Fiksi
Di atas nirwana kalbu, tercipta sebuah tajuk dilukiskan sang penghanyut rasi. Tiada yang melakoni, Dengan cerita yang mengayomi.
Seorang pemuda pun tiada yang tahu, siapa wujud asli. Semua orang percaya, dia hebat menentu aksi.
Jika benar bukan fantasi, kenapa dia selau bernarasi. Terkadang sedih mendominasi. Kadang tawa pula menghiasi. Jika hanya sebuah fiksi, mengapa rasa tak dapat dipungkiri.
Di kala sampai di tengah puisi, dia terduduk seakan mengingat suatu hati.
Tak ada yang melihat, tapi semua mengetahui. Tak ada yang mendengar, tapi bumi pun ikut bersedih.
Apa sebenarnya tajuk kiasan yang dialaminya. Hingga akan berakhir prosa dari bibirnya, makin kalut semua kesadarannya.
Serasa batin berkata. Saat telontar akhir dari aksara hatinya. Bersama mentari yang bersedih tak lagi menampakkan tangisannya. Dan rembulan yang senantiasa menunggu akhir kata manisnya.
Saat itu pula, singa kecil itu berkata sembari mengeluarkan keluh matanya.
"Mentari yang datang tak dapat dijadikan sandaran. Narasi yang diciptakan tak dapat menjadi pedoman. nirwana yang indah tak dapat dijadikan tempat berpulang. Dia yang dirindukan tak lagi kembali meski jutaan kiasan aku ungkapkan."
Karya: Khairia Nurlita
Puisi 4: Bima Sakti dan Keteguhan Hatimu
Hai semesta!
Sampaikan kepada Pluto nan jauh di sana, aku rindu aksaranya. Aku bahagia tentang kehadirannya. Kuharapkan kedekatannya. Katakan sang bumi di sini tersenyum melihatnya. Di sini masih bersama keteguhan hati yang sama.
Hai galaksi!
Ingatkan kepada sang andromeda, di sini bima sakti menjadi penjaga keteguhan hatinya. Meluapkan tentang kedua belas kasih dari bintang yang menyelenggara. Berikan rasi-rasi sempurna nan indah untuk kebahagiaannya.
Hai samudera!
Alirkan kepada sang karang, tentang tulusnya biru aksara. Teguhnya terumbu menghangatkan. Peluhnya kapal sedang menyiarkan. Menyiarkan tentang kebahagiaan ke penjuru lautan Tuhan.
Luasnya rasa dalam mempertahankan, hingga tak lagi terputus alir perairan hingga ke dunia yang tak berujung.
Hai padang pasir!
Sampaikan kepada semilir angin, ada hati tandus di sini yang sudah tak lagi terurus. Memantapkan penantian, menunggu sebuah kehadiran. Hingga tiba saat kaktus-kaktus tumbuh dengan indah. Di antara kurma dan zaitun yang bersuka cita.
Karya: Khairia Nurlita
Baca juga:
Posting Komentar untuk "Puisi: Pemuda yang Bermimpi dan Merindukan Kesunyian dalam Nirwana"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)