Postingan Positif di Media Sosial Tidak Selalu Mewakili Iman dan Akhlak Pemosting, tapi...
Apakah orang yang postingannya banyak tentang dakwah yang positif adalah orang yang alim?
Apakah orang yang statusnya banyak tentang berinfak, suka membantu, adalah orang yang berakhlak?
Nyatanya, tidak ada satu pun orang yang bisa menjamin.
Namanya juga media sosial, yaitu media maya sekaligus virtual yang suka dipakai orang untuk berbagi apa saja.
Postingan positif banyak, postingan negatif banyak, postingan provokasi banyak. Semuanya serba banyak dan serba ada. Bahkan, yang palsu-palsu juga banyak.
Buat fake akun misalnya.
Entah itu biar dipandang nge-tren atau juga ingin merusak nama baik seseorang, di media sosial mudah saja dilakukan.
Tidak perlu peduli dengan komentar-komentar postingan yang isinya kata-kata kotor, toh makin populer maka duit akan mengalir.
Lagi-lagi harap maklum saja. Selama seseorang tidak terlalu baper dengan media sosial, selama itu pula ia bisa mengatur kehidupan nyatanya agar lebih baik.
Termasuklah di dalamnya tentang iman dan akhlak.
Postingan Positif di Media Sosial Tidak Selalu Mewakili Iman dan Akhlak. Foto: Gambar oleh Edar dari Pixabay |
Kalau ada praduga dan keirian seseorang terhadap orang lain yang suka memposting mutiara-mutiara dakwah tentang iman dan akhlak, mungkin ada yang salah dari hatinya.
Benar jika dikatakan bahwa tidak ada jaminan bahwa si pembuat postingan bukanlah orang alim. Tapi?
Ngapain juga kita harus pusing-pusing memikirkan postingan orang lain berikut dengan dugaan-dugaannya.
Di media sosial sebenar-benarnya fakta, masih saja banyak plesetannya. Sebagus-bagusnya rupa, masih saja banyak caci makinya. Wajar, kan?
Postingan tentang rajin, dihina dan dianggap pencitraan.
Postingan malas, juga dihina dan dianggap benar-benar malas.
Postingan dakwah, dianggap aneh-aneh dan sok suci.
Makin kita ikuti pergolakan dunia media sosial ini, bisa jadi makin hancur hati. Mendingan, tak perlu dipedulikan sekalian.
Iman dan Akhlak Tidak Dinilai dari Kerennya Postingan di Medsos
Iman letaknya di mana?
Dilihat dari pengertian, iman adalah perkataan yang diucapkan oleh lisan, diyakini dalam hati, dan diimplementasikan dalam perbuatan.
Makin tinggi iman seseorang, maka makin takutlah ia untuk mengerjakan maksiat.
Dari sisi perkataan, bisa saja kita tebak bahwa seseorang itu beriman. Mudah, bukan?
Iman dan Akhlak Tidak Dinilai dari Kerennya Postingan di Medsos. Foto: Gambar oleh İbrahim Mücahit Yıldız dari Pixabay |
Ya, tinggal mengucapkan dua kalimat syahadat. Fix! Berarti orang itu dianggap beriman. Namun, bagaimana dengan kualitas dan penilaiannya?
Lagi-lagi ini urusan Allah.
Tidak ada jaminan bahwa orang-orang yang pakaiannya tebal, rajin beribadah berdasarkan postingan medsos, serta paham agama langsung dianggap imannya tinggi dan masuk surga.
Hati seorang hamba hanya Allah yang tahu.
Ada hadis mengatakan bahwa:
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. Sebaliknya ada seorang hamba yang melakukan amalan-amalan penghuni neraka, namun berakhir menjadi penghuni surga. Sungguh, amalan itu dilihat dari akhirnya." HR. Bukhari No. 6493
Dari ungkapan hadis di atas, berarti tidak ada jaminan bahwa perilaku seseorang yang terlihat di dunia nyata menandakan ia adalah penghuni surga, kan? Apalagi dari postingan medsos! Sudah sangat tidak kredibel lagi penilaian seperti itu.
Maka darinya, stop menghabiskan waktu untuk menilai kadar keimanan dan akhlak seseorang. Itu urusan Allah dan mendingan kita sibuk dengan urusan kita sendiri. Sering-sering bercermin dan menatap rupa diri.
Semakin sering berkaca, diharapkan semakin sadar bahwa di dalam hati ini masih berjibun dosa-dosa. Mulailah nilai diri sendiri dan berjuanglah untuk terus memperbaiki diri.
Media sosial hanyalah lahan kemayaan, jadi kita tak bisa mendasari penilaian dari sana.
Terkait dengan postingan orang lain, daripada kita terus memperkeruh hati sendiri, mendingan kita mulai berpikiran positif.
Orang-orang yang rajin posting mutiara ibadah dan kebaikan bisa jadi adalah orang-orang yang mau mengingatkan dirinya dan mengejar hidayah.
Beruntunglah bila kita berteman dengan mereka. Toh, media sosial juga bisa dijadikan lahan dakwah, bukan?
Bisa jadi dengan seringnya mereka menebar postingan-postingan baik, akan menghadirkan manfaat kepada orang lain yang kebetulan sedang butuh motivasi beribadah.
Itu yang perlu kita cari. Atau, kita sendiri yang mau segera memulainya?
Silakan, siapa tahu postingan media sosial yang positif akan menjadi pengingat diri kita agar senantiasa berada di jalan Allah.
Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika
Baca juga:
2 komentar untuk "Postingan Positif di Media Sosial Tidak Selalu Mewakili Iman dan Akhlak Pemosting, tapi..."
أوصيكم وإياي: aku mengingatkan kalian dan juga diriku sendiri :)
Jadi ada saling mengingatkan dalam kebaikan seperti dalam surat Al ashr.
Makasih banyak ya bg, semoga selalu dimudahkan
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)