Jomblo Mah Bebas, Berhentilah Menyerang Mereka dengan Pertanyaan "Kapan Nikah"
“Kapan Nikah, Bro?”
“Kapan Kawin, dek?”
Barangkali pertanyaan ini baru saja terdengar dan menggeliat di sekitaran telinga para jomblo di seluruh penjuru bumi Indonesia.
Baik yang jomblo tulen maupun jomblo yang sedang berpacaran, masing-masing dari mereka sudah cukup untuk dibuat resah. Padahal kan, jomblo mah bebas!
Jomblo Mah Bebas. Gambar oleh Pexels dari Pixabay |
Terang saja, setiap laki-laki atau perempuan yang belum punya ikatan resmi pernikahan masih akan terhantui oleh pertanyaan horor ini.
Puncaknya adalah hari raya kemarin, dan mungkin belum akan selesai hingga bulan Syawal tahun ini berlalu.
Bagi para jomblo yang sudah “berumur,” bisa jadi tingkat kebaperan mereka semakin meledak-ledak.
Wajar kiranya, umur para single-lillah terus bertambah dan mereka terus didesak. Yang jelas, masing-masing darinya punya jalan takdir sendiri-sendiri yang tidak bisa disamakan.
Bahkan, sebagian dari jomblo mungkin juga telah kebal dengan pertanyaan tentang nikah.
Bisa jadi ini adalah efek dari kedewasaan dan peningkatan pemahaman mereka bahwa takdir menikah tiap-tiap hamba itu berbeda. Kebal lebih mendingan daripada baper, bukan?
Menikah Itu Berkisah Tentang Kesiapan Lahir Batin, Bro!
Berapa kali pun orang-orang mendesak dan bertanya “kapan nikah,” tetap saja tidak bisa memungkiri fakta bahwa menikah itu bukanlah persoalan mudah.
Hidup berumah tangga itu butuh kesiapan yang tidak sederhana. Selain finansial, batin pasangan juga harus disiapkan.
Terang saja, jika kita menimbang berbagai fakta hari ini, ternyata ditemukan data bahwa tidak sedikit pasangan menikah yang sudah bercerai.
Ada yang baru menikah beberapa bulan, tiba-tiba cerai. Ada pasangan yang sudah punya anak, lalu cerai. Serta banyak kasus lainnya.
Menurut data BPS tahun 2018, tren perceraian di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pada 2018, angka perceraian Indonesia menggunung hingga menyentuh angka 408.202 kasus, meningkat 9% dibandingkan tahun sebelumnya.
Penyebab terbesar perceraian pada 2018 adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dengan 183.085 kasus.
Disusul faktor ekonomi sebanyak 110.909 kasus. Sementara masalah lainnya adalah suami/istri pergi (17,55%), KDRT (2,15%), dan mabuk (0,85%).
Melihat paparan data di atas, tidak begitu aneh bahwa ternyata faktor ekonomi hanya menempati peringkat kedua sebagai penyebab perceraian.
Nyatanya, meskipun keadaan ekonomi seseorang sedang pasang-surut, banyak pula pasangan yang bertahan hingga tua.
Beda halnya dengan pertengkaran alis ribut-ribut sesama pasangan. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya kisah pernikahan yang harus dikandaskan oleh pertengkaran.
Putus dari pacar saja bisa menangis hingga meraung-raung, apalagi jika sudah menikah?
Sudah pasti ada sakit dan kekecewaan yang amat besar.
Bagaimana tidak sakit, semua orang yang menikah pasti ingin pernikahan mereka hanya terjadi satu kali saja seumur hidup. Ini semakin menguatkan pernyataan bahwa menikah memang butuh persiapan dan kematangan perasaan.
Di luar permasalahan takdir, ada para jomblo yang segera ingin menikah namun terkendala oleh finansial.
Mereka sudah bekerja susah-payah namun belum mampu mencukupi kebutuhan jikalau berkeluarga. Bayangkan bila mereka diserang dengan pertanyaan “kapan nikah!”
Selain itu, ada pula jomblo yang sudah siap menikah secara finansial namun batin mereka berbicara belum mau.
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bisa karena beban yang ia terima sebagai tulang punggung keluarga, belum mampu bersikap dewasa, dan sebagainya.
Belum selesai di sana, masih ada juga para jomblo yang sudah siap lahir batin untuk menikah, namun terkendala oleh restu orang tua. Bisa jadi karena primbon, karena pekerjaan yang dinilai belum pasti, tabrakan aturan adat, hingga permasalahan kompleks lainnya.
Jadi, semakin tergambar jelas bahwa saat para jomblo yang ditimpa banyak masalah dan kemudian ditanya “kapan nikah,” maka sungguh tidak akan menyelesaikan masalah mereka.
Yang ada, para jomblo yang selama ini bebas malah akan semakin terbebani.
Berhentilah Menyerang Jomblo dengan Pertanyaan “Kapan Nikah!”
Salah satu puncak kebahagiaan bagi seorang jomblo adalah menikah, maka dari itulah mereka butuh untuk dibantu, dikuatkan, dan diberi solusi. Bukan malah diserang dengan pertanyaan “Kapan Nikah!”
Jujur saja, menyerang para jomblo yang sudah wajib menikah menurut ukuran umur dengan pertanyaan “kapan nikah” bukanlah cara yang bijak.
Apalagi jika pertanyaan horor itu tanpa disertai solusi, rasanya tidak jauh beda dengan menghina mereka, bahkan mendahului Tuhan.
Ya, tanggal dan waktu pernikahan tiada seorang pun yang tahu.
Jodoh sudah masuk dalam kategori Takdir Mubram yang sejatinya sudah ditentukan oleh Allah. Maka dari itulah para jomblo hanya bisa berusaha, berdoa, dan menantikan takdirnya.
Jika takdir jodoh lebih cepat dari takdir umur seorang jomblo, maka yakinlah bahwa mereka pasti menikah.
Tapi jika takdir umur lebih cepat dan mendahului jodoh, maka tak perlu kecewa. Allah sudah siapkan jodoh yang lebih baik di surga.
Nah, sembari para jomblo berusaha, berdoa, dan menantikan takdirnya, sangat dianjurkan bagi sahabat dan orang terdekat untuk membantu mereka.
Yang ingin menikah tapi buntu secara finansial, bantulah dan beri solusi terbaik untuk mengembangkan usaha.
Yang ingin menikah tapi belum kuat secara batiniah, maka berikanlah mereka nasihat dan penguatan bahwa menikah adalah menyempurnakan agama.
Dan yang ingin menikah tapi belum dapat restu, maka mediasilah dan bantu mereka untuk berkomunikasi secara sehat.
Inilah cara yang lebih baik dan lebih bijaksana daripada sekadar melontarkan pertanyaan “kapan nikah.”
Para jomblo mah bebas! Selama belum menikah, maka selama itu pula mereka belum masuk dalam perangkap "menikah" yang dinilai sebagai jalan paling santun.
Jomblo tidak merasa terbebani dengan keadaan mereka hari ini, dan kerabat terdekatnya bisa menata lisan untuk mengeluarkan kata-kata yang bermaslahat.
Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika
Baca juga:
2 komentar untuk "Jomblo Mah Bebas, Berhentilah Menyerang Mereka dengan Pertanyaan "Kapan Nikah""
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)