Puisi Tentang Kerinduan dan Masa Tunggu Dalam Penantian
Kisah tentang kerinduan begitu spesial, karena rindu kadangkala tiada pernah berujung. Yang dekat ingin memeluk rindu, yang jauh ingin menjemput rindu, dan kita pula ingin saling bersapa.
Tapi, ya...segenap rindu butuh penantian, sedangkan penantian menghadirkan hingga sebukit masa tunggu. Pertanyaanku, apakah dirimu sanggup?
Kerinduan dan Penantian. Ilustrasi: Barbara Bonanno dari Pixabay |
Puisi 1: Puguh yang Niscaya
Di bawah kaki pegunungan rindu, aku menanti puguh
Kisahnya mungkin romansa, tapi lengkungan langit tak menampakkan nestapa
Saban hari
Dera, dekap, temaram hingga lelap bersandarkan rindu
Niscaya
Terangku
Aku tak ingin membiarkan kuda-kuda ini rimpuh
Hirap tak apa, tapi jangan masygul
Lagi, saat kau butuh puguh kutawarkan niscaya
Tapi tidak sekarang, janganlah mencabar seperti itu
Jelasku, ini buana
Saat kau puguh, kuwujudkan niscaya
Puisi 2: Selaksa Rindu
Sudah sejak lama ini, aku menyimpan lazuardi di permadani renjana. Aku tak kuat, tak kuasa jika berkaca sendiri dan membayangkanmu sedang merona.
Temaram rasanya. Masa iya, aku harus mendekap seorang diri di singgahsana.
Sewindu lebih setengah, kira-kira sudah selama itu mengedip lara. Takkan kuakui, sungguh. Bukannya kumuak tapi kubosan bersinar putih sendiri.
Di hati, aku punya lazuardi. Masa iya, harus kukebat dengan lara.
Apa nanti kata surya saat kuberpaling
Apa pula nanti kata bulan jika setiap malam kuharus tidur cepat
Jika kau akan tiba lebih cepat sebelum aku sampai di depan halaman dasawarsa. Kuberi tahu, aku menunggu di pelabuhan senja.
Di seberangnya ada ember yang berisikan pasir-pasir asmara, sengaja kutampung untuk kita bermain di pondok tua. Kupegang pasir, kau pegang batu. Pasir dan batu menyatu, dan kupegang tanganmu.
Aku menantikan itu. Sudah, jangan terlalu lama. Nanti senja keburu hilang. Aku tak kuat menyimpannya lama-lama. Ini selaksa rindu.
Puisi 3: Bingkisan Kata Tunggu
Sudah sejak lama aku menyiapkan bingkisan hadiah. Isinya adalah untaian kata tunggu yang kutulis bersama bayang-bayang harsa.
Cukup lama meraciknya. Setiap kali menempelkan gambar bermerek cinta kasih, aku harus menanti sang bianglala.
Hanya warna yang bisa menyenangkan hatiku sembari menantinya. Kutahu waktu menunggu itu begitu lama.
Kutahu waktu menunggu akan membuat kuterdayuh. Tapi mau bagaimana lagi. Aku hanya sanggup berdiri di atas kata-kata tunggu dan ingin.
Mau tahu isi sebagian yang lain?
Kutulis juga kata tunggu sebelum nanti bayang-bayang rindu ini singgah di penumbra. Tempat penantian sudah kusiapkan.
Adalah di bawah pohon rindang yang beralaskan permadani purnama. Saat kau datang, ia akan bersinar. Saat kau pergi, ia akan mengejarmu.
Di sebelah kiri pohon juga kusiapkan tiga batu bulat. Batu pertama untuk melempar sepi, batu kedua untuk membakar gundah, dan batu ketiga untuk mengusir kata tunggu.
Kuakui, aku tak mau membiarkan sang tunggu bertamu hingga larut. Nanti mendung malah menjulang.
Kukatakan, kamu jangan lama-lama, ya. Nanti batu itu tenggelam bersama tangisan bumi. Aku sudah lelah mencarinya, dan aku juga sudah penat meracik kata tunggu.
Seadanya saja. Ini, bingkisan kata tunggu. Kupersembahkan kepadamu, dengan setulus hatiku.
Puisi Karya: Ozy V. Alandika
Baca juga:
- Puisi Renungan Senja: Sajak Februari di Tengah Jingga dan Merah
- Puisi Tentang Bintang dan Secarik Kertas
- Puisi Tentang Kenangan Dia dan Senja
Posting Komentar untuk "Puisi Tentang Kerinduan dan Masa Tunggu Dalam Penantian"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)