Puisi Tentang Bintang dan Secarik Kertas
Ketika kelam hadir, segenap insan ingin melihat bintang. Biasanya bintang selalu mampu mengusir gelap, biarpun bergumpal-gumpal awan berteriak tentang kesepian.
Aduhai sepi!
Puisi Tentang Bintang. Foto: Mystic Art Design dari Pixabay |
Aih, swastamita mungkin bakal mendongak, lalu mengajakmu untuk bersama-sama menatap bintang dari untaian puisi berikut.
Puisi: Tentang Bintang
Yang datang, atau yang hilang. Buatlah ia tenang! Kau tahu ia datang. Namun kau tak menyambutnya dengan riang. Berjalan di atas awang.
Hai, bintang!
Pekat yang cerah adalah pengembaraanmu. Warnamu berkelap-kelip tergambar di sana. Mendandani langit dengan cahayanya.
Darimu aku berpuisi. Mengisi setiap kata agar ia hidup. Kata yang nyatanya berbicara. Dan mata yang hanya ingin bersuara.
Aku berjumpa dengan ia. Kuharap, bintang mendengarnya. Karena kuingin kau menerangi setiap malamnya. Atau menerangi setiap lelapnya.
Bintang, kutitipkan amanah itu padamu.
Bicaraku dari jauh. Karena aku terlalu malu. Dekatmu saja, aku sudah berpeluh. Dan ternyata, aku hanya halu. Aku tak tahu apa itu benar cerita tentang kamu. Atau mereka hanya berbual untuk membuatku ragu.
Bintang yang terang. Kau mengajariku sesuatu yang berkesan. Sekali saja, kita perlu kegelapan untuk melihat cahayamu yang gemerlapan.
Puisi Karya Aulia AN (58)
Puisi: Secarik kertas
Dersik angin mulai membisik. Menerbangkan mereka pada tempat yang berisik. Mengusik kata yang tak kan pernah terucapkan.
Hujan yang rintik mampu menyanyikan suara dengan cantik. Membuat hati tercabik-cabik. Detik detik itu mulai bercerita. Setiap menitnya, atau setiap jamnya. Mereka bersandiwara di atas panggung yang membahana.
Hai, kau! Janganlah terlalu fanatik.
Kau tahu bahwa ia selalu baik. Diam-diam ia mulai begemercik. Tangannya melentik. Apalagi senyumnya. Membuat hati memekik.
Secarik kertas itu, mulai bersuara. Membuat bait dan sajak yang indah. Ternyata, secarik kertas itu membuatku tertarik. Kutelusuri ia di bawah angin yang dersik tadi. Pun, jejaknya ku rekam di detik yang berjalan.
Bagiku, ia unik. Membuat yang dingin, menjadi sehangat mentari. Dan, pada akhirnya yang hangat pun bisa menjadi dingin.
Harapku terlalu besar. Namun, sayangnya ia tak kunjung mendengar. Ia seolah terkurung di dalam sangkar. Tapi, aku harus terus bersabar.
Puisi Karya Aulia AN (59)
Baca juga:
2 komentar untuk "Puisi Tentang Bintang dan Secarik Kertas"
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)