7 Dosa Tubuh Menurut Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah
Bismillahirrahmanirrahim. 😊
Sejatinya sebagai manusia kita tak pernah lupus dari salah bin dosa. Hal tersebut tak bisa dimungkiri karena sejatinya tiap-tiap hamba sudah dikaruniai akal dan nafsu oleh Allah SWT.
Sebagaimana yang sudah kita rasakan bersama bahwa nafsu kecenderungannya ada yang baik, juga ada yang jelek.
Nah, agar lebih banyak menghadirkan kebaikan, maka segenap insan perlu memanajemen hawa nafsunya serta meninggalkan rutinitas negatif yang bisa meninggikan nafsu keburukan.
Seperti apa jalan yang bisa kita tempuh demi meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa?
Ilustrasi Dosa Tubuh. Foto: Klaus Hausmann dari Pixabay |
Kesempurnaan dan kelengkapan panca indera maupun anggota badan adalah titipan dari Sang Pencipta yang wajib kita kelola dengan sebaik-baiknya.
“Sebaik-baiknya” yang dimaksud di sini adalah menjadikan organ tubuh sebagai sarana untuk terus melakukan ketaatan, berusaha menjadi lebih baik serta menjauhkan diri dari dosa dan kemaksiatan.
Terang saja, pada masanya nanti anggota tubuh inilah yang bakal menjadi saksi tentang baik atau buruk kelakuan kita ketika hidup di dunia.
Sebagaimana Kalam Allah SWT yang tertuang dalam QS An-Nuur ayat 24:
“Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Pun demikian dalam QS Yaasiin ayat 65:
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
Teranglah dalil bahwa anggota tubuh seorang hamba akan menjadi saksi dan menjelaskan tentang apa-apa saja dosa maupun kebaikan yang telah kita lakukan di dunia.
Sedangkan mulut yang dikaruniai lidah tak bertulang ini akan digembok karena lidah tak bertulang begitu mudah untuk berkelit alias berdusta.
Maka dari itulah, demi mengelola anggota tubuh yang telah dikaruniai oleh Allah, kita perlu terus berjuang melaksanakan amanah dengan cara menutup dosa-dosa yang sering dilakukan oleh tubuh.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Bidayah wa Al-Hidayah yang diintergasikan dalam buku Bidayatul Hidayah, tertera 7 dosa tubuh yang perlu kita cegah. Berikut sajiannya:
1. Dosa Mata
Tidak terelakkan, mata adalah salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi kehidupan seorang hamba.
Gara-gara mata, kita bisa melihat yang indah-indah, bisa menyaksikan betapa hebatnya ciptaan Allah, hingga melihat tubuh kita sendiri agar senantiasa menggaungkan rasa syukur.
Tapi, di sisi yang sama, ternyata kehadiran mata malah membuka peluang dilakukannya dosa.
Ya, dosa mata, terutama ketika kita melihat keburukan yang menghadirkan nafsu, kemaksiatan, melihat sesuatu yang semestinya tertutupi (aurat), atau memandang seseorang dengan irama mengejek, maka di sanalah peluang dosa dari mata bakal tercipta.
Jadi, waspadalah kita terhadap dosa mata. Barangkali di luar sana ada segenap orang buta yang sempat mengeluh mengapa matanya tak mampu melihat.
Tapi, sejatinya mereka bisa sedikit berbahagia karena terlepas darinya dosa mata. berkuranglah beban hisabnya di hari kiamat nanti.
Mata sebaik-baiknya mata ialah mata yang dimanfaat untuk melihat kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan yang mampu membuat diri semakin bersyukur, semakin takjub dengan ciptaan Allah Ta'ala, juga semakin (khauf) takut untuk melakukan kemaksiatan.
2. Dosa Telinga
Tidak berbeda dengan mata, sebenarnya keberadaan indera yang bernama telinga juga memberikan peluang manusia untuk terjerumus dalam perbuatan keburukan. Ya, seseorang bisa saja dengan entengnya mendengar perkataan yang seharusnya tidak didengar.
Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa bahwa telinga seorang insan harus dijaga. Jangan pergunakan telinga untuk mendengar perkataan bi’dah, mesum, gunjing, ancaman berbau negatif, serta berbagai kejelekan orang lain.
Sejatinya telinga dihadirkan oleh Allah agar tiap-tiap manusia selalu mendengar firman-Nya, Sunnah Rasul-Nya, serta mutiara hikmah.
Syahdan, telinga juga dihadiahkan Allah agar kita mampu mendengar ilmu pengetahuan, untuk kemudian memetik maslahat bin manfaat dari ilmu tersebut.
Masih dari Imam Al-Ghazali, diterangkan dalam sebuah riwayat bahwasannya dosa itu bukan dinilai dari mereka yang berkata-kata, tapi juga bagi mereka yang mendengarkannya. Nah, apalagi saat kita ikut-ikutan menggunjing. Mudah-mudahan diri ini dijauhkan dari dosa telinga!
3. Dosa Lidah
Kata orang, lidah itu tak punya tulang. Memang benar, sih. Barangkali gara-gara itulah lidah mampu jago silat. Hehehe. Maksudnya, hebat dalam bersilat lidah. Sebagai organ sekaligus indera pengecap dan perasa, lidah begitu mudah digerakkan.
Bahkan, kalimat kebaikan pun bisa diplesetkan olehnya. Meski demikian, justru kemudahan inilah yang juga mengundang peluang dosa yang lebih besar.
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan entengnya berdusta.
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan gampangnya berkhianat
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan santainya berghibah
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan "tidak tahu malunya" merendahkan orang lain
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan sombongnya mengaku bin merasa diri suci
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan kejamnya mengutuk orang lain
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan "tidak punya hatinya" mendoakan orang lain agar celaka
Gara-gara lidah, seseorang bisa dengan "tidak beradabnya" mengejek dan mengolok-olok
Dan lain segunung alasan lainnya.
Untuk menghindari begitu luasnya peluang dosa ini, kita perlu mengelola kelakuan lidah. Sejatinya lidah dimanfaatkan untuk senantiasa berzikir, membaca Quran, bershalawat kepada Nabi, berkata yang baik-baik, hingga mendoakan kebaikan.
Digagas kembali oleh Imam Al-Ghazali, bahwa ketika lidah digunakan untuk sesuatu yang dimurkai oleh Allah, maka kelak manusia bakal diseret ke neraka dengan menggunakan lidahnya sendiri yang menjulur keluar. Ngeri!
Jadi, jagalah lidah semaksimal mungkin supaya lidah tidak digunakan untuk menyeret diri kita ke jurang neraka Jahannam.
4. Dosa Perut
Baiklah, sekarang saatnya kita berkisah tentang organ tubuh yang bernama perut. Jikalau sudah bicara tentang bagian tubuh yang isinya usus, lambung, serta berbagai macam makanan yang sudah diremukkan oleh mulut, maka sejatinya kita juga berkisah tentang rezeki.
Mengapa demikian? Rezeki yang biasanya kita cari dari segenap penjuru bumi Allah ini akan kita jadikan pokok penghidupan, terutama untuk kebutuhan pangan.
Dari makanan nantinya jadi darah, daging, syahdan jadi tulang. Tapi, pertanyaannya, halal atau haramkah rezeki yang kita masukkan ke dalam tubuh?
Allah Ta'ala berkalam:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu.” Potongan ayat ini tertuang dalam QS Al-Maidah ayat 88, juga di dalam QS An-Nahl ayat 114.
Bersandar dari ayat di atas, dapat dikatakan bahwa merengkuh rezeki yang halal di muka bumi hukumnya adalah keharusan bagi setiap muslim.
Dalam buku Bidayatuh Hidayah goresan Imam Al-Ghazali tertutur gagasan bahwa bahwa, beribadah dan menuntut ilmu disertai dengan memakan segala hal yang diharamkan itu seirama dengan membangun sebuah bangunan/pondok di atas air.
Kalau dalam waktu satu tahun kita sudah merasa cukup mendapatkan selembar baju sederhana, sudah merasa cukup dengan mengonsumsi dua potong roti murahan, atau pernah sesekali mencicipi lauk-pauk lezat, maka diri tak perlu bersusah-keluh mencari yang halal melampaui apa yang dibutuhkan.
Demi terhindar dosa-dosa perut, maka carilah rezeki yang halal lagi baik, dan tak perlu keterlaluan dalam mengonsumsinya.
5. Dosa Kemaluan
Allah berkalam:
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” Kalam ini tertuang dalam QS Al-Mu’minun ayat 5-6, juga QS Al-Maarij ayat 29-30.
Ayat di atas menegaskan bahwa menjaga kemaluan dari segala yang diharamkan Allah adalah suatu keharusan.
Dosa kemaluan rasanya berhubungan erat dengan dosa mata. Terang saja, dari penglihatanlah hawa nafsu akan hadir dan memuncak.
Maka dari itu, kesuksesan seorang insan dalam menjaga kemaluan itu sangat bergantung pada keberhasilan mengelola pandangan segala sesuatu yang diharamkan, merawat hati dari pikiran negatif, serta mengamankan perut dari sesuatu yang syubhat dan kekenyangan.
6. Dosa Tangan
Hadirnya tangan sebagai organ penggerak tubuh adalah karunia yang luar biasa dari Allah SWT. Kedua tangan yang Allah amanahkan kepada kita adalah amanah. Nantinya, dengan kedua tangan tersebutlah kita bisa lebih gencar mencari ridho-Nya.
Alhasil, jangan gunakan tangan untuk memukul saudara kita sesama muslim, jangan gunakan tangan untuk merengkuh harta-harta yang diharamkan, jangan gunakan tangan untuk mendzalimi makhluk Allah, jangan gunakan tangan untuk mencatat keburukan, karena tangan ibarat penanya lidah.
Mudah-mudahan kita semua terselamatkan dari dosa tangan. Pandai-pandailah menjaga diri untuk senantiasa dapat terhindar dari dosa.
7. Dosa Kaki
Imam Al-Ghazali menerangkan bahwa, kita tidak boleh menuntun kaki berjalan ke rumah penguasa zalim. Alasannya, berjalan menuju pintu istana penguasa zalim tanpa ada keperluan atau paksaan adalah perbuatan maksiat yang sangat besar.
Dari sana, sama saja dengan tunduk dan memuliakan mereka atas kezaliman yang telah mereka perbuat. Hal ini didasarkan pada Kalam Allah QS Huud ayat 113:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.”
Lebih dari itu, memperjalankan kaki untuk mencomot sesuatu yang haram juga termasuk ke dalam dosa kaki. Hal seperti itu sudah seharusnya kita hindari. Intinya, gerak dan diamnya anggota tubuhmu adalah bagian dari rezeki yang dikaruniakan Allah kepada kita.
Alhasil, gerak dan pergunakanlah yang baik-baik, lalu jangan arahkan organ-organ tubuh menuju sesuatu yang dibenci oleh Allah Azza wa Jalla.
Sejatinya gerak-gerik tubuh berhungan erat dengan kualitas hati. Jadi, mari kita senantiasa membersihkan hati secara lahir batin.
Salam. Semoga Bermanfaat
Ditulis oleh Ozy V. Alandika
Sumber:
Al-Qur’an dan Terjemahannya
Imam Al-Ghazali. Bidayatuh Hidayah. (Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid Shiddiq, Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012)
Baca juga:
Posting Komentar untuk "7 Dosa Tubuh Menurut Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)