Berusaha Memperbaiki Diri, Sebaiknya Hari Ini atau Besok Saja?
Diriku, dirimu, dan kita semua rasanya pasti ingin dipandang baik, menjadi baik, dan terkenal karena kebaikan.
Meskipun ujungnya sesekali adalah kebanggaan, tetap saja masing-masing hamba ingin berusaha memperbaiki diri. Entah itu tentang kebiasaan berbicara, bersikap, hinggalah gaya hidup.
Ketika kita tilik lebih jauh, terkadang usaha untuk memperbaiki diri cukup bergantung mood diri.
Tak terpungkiri memang, saat kita melihat orang baik dan orang itu disenangi banyak orang, kita mau jadi seperti dia. Saat kita melihat orang yang lebih muda lebih terpuji dari kita, kita ingin pula lebih baik darinya.
Berusaha Memperbaiki Diri, Sebaiknya Hari Ini atau Besok Saja?. Foto: Gerald by Pixabay |
Namun, dalam perjalanan untuk berubah akan ada rawan sosial di sana yaitu di saat kita merasa sudah lebih baik dari pada orang lain.
Akhirnya? Mungkin bisa berhenti karena sudah merasa baik, atau malah makin sombong.
Tambah lagi dengan hinaan teman-teman dan kerabat yang belum hijrah. Mulai dari ternilai sok suci, sok alim, sok baik, hingga menjauh terus memunculkan kata-kata tidak enak hati. Tidak enak kalau berubah, tapi tiada teman.
Tidak enak kalau berubah jika dibenci orang lain.
Faktanya memang demikian. Sudah merasa baik serta sudah merasa memperbaiki diri itu adalah penyakit hati.
Maka dari itulah, lebih aman jikalau hati ini tertanam keinginan untuk terus melakukan perbaikan diri.
Kata-Kata “Besok Saja” Selalu Indah
“Besok sajalah, besok saja, ah. Masih ada waktu!”
Ketika kita mau memperbaiki diri, pasti kata-kata itu saja yang berlarian di kepala. Semua serasa identik dengan menunda-nunda waktu karena keadaan yang masih lapang.
Apalagi soal ibadah dan berbuat baik, sering kali ujungnya dikaitkan dengan diri yang masih muda dan umur yang masih panjang.
Padahal, kita tidak tahu kapan akan meninggal, kapan akan sakit, dan kapan kita bisa menjadi orang yang lebih baik, kan?
Bisa saja besok kita meninggal, hingga niat untuk menata diri hanya jadi harapan kelabu dan angan-angan.
Bisa jadi besok kita sakit, hingga perjuangan perbaikan diri jadi tertunda. Bisa jadi besok kita disibukkan oleh dunia yang fana sehingga gaungan kata-kata “tidak sempat” membaguskan diri terus membahana.
Alhasil, semua penundaan tersebut bisa menjadi resiko yang tragis sekaligus kabar buruk bagi diri.
Jika Terus Seperti Ini, Kapan Diri Kita Akan Baik?
Terus terang saja, merasa diri belum baik itu lebih baik daripada merasa diri sudah baik. Tapi, mentang-mentang begitu, jangan lupa diri ini enggan berjuang untuk menjadi orang yang lebih baik.
Terang saja, hari esok kita tidak tahu apakah bakal cerah, mendung, atau malah turun salju. Untuk itulah, terhadap hal-hal yang bertajuk kebaikan tentu kita harus mulai dulu.
Jika Terus Seperti Ini, Kapan Diri Kita Akan Baik? Foto: S K by Pixabay |
Sekarang juga, jangan nanti.
Saat ini juga, jangan menunggu hingga kemudian.
Walau kata-kata nanti, kemudian, dan besok itu sungguh romantis dan menghancurkan niat, kita harus tetap harus memulainya terlebih dahulu.
Terkait cara memperbaiki diri, rasanya semua bisa berawal dari hal-hal yang sederhana, bahkan sangat sederhana.
Sebut saja seperti mengubah urutan kebiasaan, seperti menyapu rumah terlebih dahulu baru nanti menyapu halaman. Mencuci piring dahulu, baru nanti mencuci baju. Atau, memindahkan kamar tidur ke arah lain.
Perubahan-perubahan sederhana yang keluar dari kebiasaan diri biasanya menjadikan mood kita kembali segar.
Karena ada rasa yang berbeda, mampir pula kesan yang berbeda dan cenderung positif. Hal-hal seperti inilah yang mestinya bisa kita kaitkan dengan perubahan diri untuk berbuat baik.
Susah, ya?
Memang.
Namanya juga berubah. Perubahan untuk menjadi lebih baik merupakan persoalan hati yang nyatanya butuh pembiasaan secara terus-menerus. Perbuatan baik adalah bentuk nyata dari kelembutan hati, dan itu harus diasah.
Jadi...
Kita hanya perlu memulainya.
Terpenting, yang perlu diluruskan adalah, motivasi awal kita jangan bersebrangan dari niat yang tulus untuk menjadi baik agar dapat ridho Allah. Iya, begitu. Tidak boleh yang lain.
Jika motivasinya sudah lain, maka bisa tergusur orientasi dari kebaikan itu.
Menjadi baik supaya terpuji di hadapan orang lain, nantinya kita bisa terhina. Menjadi baik supaya dipandang orang, akan ada saatnya kita akan dikucilkan. Begitu pula dengan niat-niat melenceng lainnya.
Alhasil, usaha untuk memperbaiki diri wajib dimulai hari ini tanpa harus menunggu hari besok. Bismillah.
Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika.
Baca juga:
2 komentar untuk "Berusaha Memperbaiki Diri, Sebaiknya Hari Ini atau Besok Saja?"
Hehe 🤭
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)